UJIAN TENGAH
SEMESTER (UTS)
Disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah
” Metodologi Penelitian ”
Dosen
Pengampu:
Iswadi,
M. Pd
PROPOSAL PENELITIAN "Pengaruh Manipulasi Matematika
terhadap Kemampuan Operasi Penjumlahan
Bilangan Anak Usia Dini"
Oleh:
DIANA INDRAWATI, ST
20158410224
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
SEKOLAH TINGGI
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN (STKIP)
KUSUMA
NEGARA JAKARTA
2016
PROPOSAL PENELITIAN "Pengaruh Manipulasi Matematika
terhadap Kemampuan Operasi Penjumlahan
Bilangan Anak Usia Dini"
A.
Latar Belakang Masalah
Pembelajaran
pada anak usia dini merupakan cara untuk
mengembangkan potensi yang dimiliki seoptimal mungkin sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minat anak. Anderson
(1993) mengemukakan bahwa pendidikan
Anak Usia Dini memberikan kesempatan untuk mengembangkan kepribadian anak, oleh karena itu Pendidikan anak Anak Usia Dini perlu menyediakan berbagai
kegiatan yang dapat mengembangkan semua aspek perkembangan, meliputi: aspek kognitif, bahasa, sosial, emosi, fisik,
dan motorik.
Kenyataan di lapangan menunjukkan proses pembelajaran anak
usia dini masih mempunyai permasalahan yang disebabkan karena pola pembelajaran yang dilaksanakan cenderung
berorientasi akademik dan menganggap bahwa konsep-konsep yang ada
pada diri anak tidaklah berkembang
secara spontan tetapi harus melalui proses ditanamkan dan diserap oleh anak dengan adanya perlakuan orang dewasa. Paulo Freire
(Faizah:2006) mengemukakan bahwa sekolah telah melakukan "pedagogy
of the oppressed" terhadap anak-anak didiknya.
Yang artinya guru mengajar, sedangkan anak yang diajar. Guru mengerti semua hal
dan anak tidak mengetahui apa-apa. Guru berpikir dan anak dipikirkan. Guru
berbicara dan anak sebagai pendengarnya. Guru mendisiplinkan dan anak didisiplin. Guru memilih dan bahkan mendesakkan
pilihannya dan anak hanya mengikuti. Guru yang melakukan sebuah tindakan dan
anak hanya dapat membayangkan
bertindak lewat cerita guru. Guru memilih isi program dan menjalaninya begitu
saja. Dalam berbagai kasus, guru berperan sebagai subyek dan anak berperan sebagai objek dari proses pembelajaran.
Hal ini bertentangan dengan hakikat pembelajaran di PAUD
yang menekankan anak sebagai pembelajar yang aktif. Jika anak usia dini hanya
diajarkan dan bukan dibelajarkan, maka yang terjadi adalah
pengembangan berbagai potensi anak secara optimal tidak akan tercapai. Rachmawati (2005) mengemukakan bahwa
memberikan kegiatan belajar pada anak didik hams memperhatikan kematangan
atau tahap perkembangan anak didik, alat
bermain, metode yang digunakan, waktu, serta tempat bermain.
Dalam Undang undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional Pasal 1 ayat 14, menyatakan bahwa:
Pendidikan Anak Usia Dini adalah suatu upaya
pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun
yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak
memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
Dengan
demikian, anak usia dini perlu diberikan suatu program atau kegiatan yang didasarkan pada prinsip tumbuh kembang anak,
yaitu program yang diberikan berupa pengasuhan dan
pendidikan yang dapat memberikan rangsangan pada perkembangan
fisik (motorik kasar dan halus), kognitif, bahasa, sosial-emosional, serta pemahaman moral dan agama secara proporsional dan
terintegrasi. Hal ini berarti,
tingkat perkembangan yang diharapkan dapat dicapai anak pada usia dini bukan merupakan tingkat
pencapaian kecakapan akademik (calistung), tetapi lebih merupakan
aktualisasi potensi semua aspek perkembangan.
Direktorat Jendral
Pendidikan Luas Sekolah (PLS) Departemen Pendidikan Nasional, Ace Suryadi dalam Pujiati (2007)
mengemukakan bahwa pembelajaran membaca, menulis dan berhitung pada anak usia
dini/ TK merupakan salah satu kesalahan terbesar dan dapat berdampak negatif pada perkembangan
anak. Senada dengan hal tersebut,
Solehuddin dalam Sriningsih (2008:3) mengungkapkan bahwa pembelajaran yang hanya
menitikberatkan kepada penguasaan baca, tulis dan hitung mempakan sesuatu yang tidak
lengkap dan berdampak negatif terhadap perkembangan
anak karena hanya akan mengembangkan sebagian aspek dari kecakapan individu sambil "mematikan"
pengembangan kecakapan lainnya. Dengan
demikian yang menjadi kebutuhan adalah
suatu pendekatan dan strategi pendidikan bagi anak yang lebih integratif dan
comprehensif yang disesuaikan dengan dunia
dan kebutuhan anak usia dini.
Berangkat dari pemahaman
tersebut, tidak bijaksana jika anak usia dini sudah
diberi 'beban' untuk cakap dalam calistung yang bersifat akademik. Namun demikian,
tidak berarti anak usia dini tidak boleh diajarkan calistung khususnya berhitung. Yang perlu ditekankan adalah pendidik
adaah perlunya memperhatikan tahapan-tahapan
anak dalam belajar berhitung permulaan. Kegiatan yang diberikan di PAUD ditujukan untuk lebih menunjang
anak memiliki kesiapan berhitung.
Hakikat
pembelajaran matematika untuk anak usia dini memiliki tujuan untuk menstimulasi kemampuan berfikir anak agar memiliki
kesiapan untuk belajar matematika pada tahap selanjutnya (Sriningsih, 2008: 1).
Pembelajaran matematika untuk anak usia dini
lebih menekankan pada pengenalan konsep matematika dasar yang salah satunya
yaitu konsep aritmatika atau berhitung. Aritmatika atau berhitung merupakan salah satu dari kemampuan matematika, karena salah satu syarat untuk belajar
matematika adalah belajar berhitung
dan keduanya saling mendukung.
Berdasarkan
standar NCTM {National Council of Teacher Mathematics) aritmatika merupakan bagian dari standar isi
bilangan dan operasi bilangan. Pada bilangan dan operasi bilangan ini
anak-anak dapat memecahkan konsep dasar aritmatika
dalam memecahkan masalah (Sriningsih, 2008:62). Aritmatika adalah bidang yang
berkenaan dengan sifat hubungan bilangan-bilangan nyata dengan perhitungan
terutama menyangkut penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian (Mulyono, 2003:253).
Untuk meningkatkan kemampuan penguasaan operasi
penjumlahan bilangan pada anak usia dini diperlukan
pembelajaran yang melibatkan anak secara aktif untuk
berinteraksi dalam proses pembelajarannya, salah
satunya melalui permainan matematika.
Bermain dan anak merupakan satu kesatuan yang tidak
dapat dipisahkan. Aktivitas bermain dilakukan anak dan aktivitas anak selalu
menunjukkan kegiatan bermain. Bermain dan anak sangat erat
kaitannya. Oleh karena itu, salah satu prinsip pembelajaran dalam
pendidikan anak usia dini adalah bermain.
Adanya kecenderungan proses pembelajaran matematika yang
berorientasi akademik ini dialami di Paud Sabrina. Selama
ini, pembelajaran matematika di Paud Sabrina menggunakan metode drill yang
dilakukan setiap hari sebelum anak-anak memulai kegiatan di sekolah, anak
menyebutkan bilangan 1 sampai 10 sambil melihat gambar angka/ bilangan yang tertempel pada dinding kelas. Selain itu pengajaran konsep matematika di Paud Sabrina
masih menggunakan lembar kerja atau lebih sering
di sebut LK yang merupakan bagian dari praktek paper-pencil. Hal ini
berakibat anak kurang bisa mengaitkan antara apa yang dipelajarinya dengan lingkungan
sekitarnya.
Ada kecenderungan anak
menghafal angka yang terdapat pada gambar dan kurang mengkaitkan dengan
penerapan angka-angka itu untuk menerangkan orang atau benda yang sering ditemuinya sehari-hari. Dengan demikian pembelajaran
yang terjadi kurang menjembatani apa yang diperoleh anak di PAUD dengan
kemampuan yang seharusnya dimiliki anak untuk menghadapi lingkungannya.
Berdasarkan
gambaran tersebut, peranan guru sebagai fasilitator sangat dibutuhkan. Guru
dituntut untuk lebih kreatif dalam memanipulasi obyek-obyek atau alat dalam bentuk permainan yang dilaksanakan
dalam pembelajaran matematika di
PAUD. Permainan berhitung merupakan bagian dari matematika, permainan ini diperlukan
untuk menumbuhkembangkan keterampilan berhitung yang sangat diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, terutama
konsep bilangan yang merupakan dasar
bagi pengembangan kemampuan matematika maupun kesiapan untuk mengikuti
pendidikan dasar.
Salah satu permainan
matematika adalah permainan Manipuasi matematika (Math Manipulative). Permainan ini merupakan salah satu dari permainan
Whole math, merupakan pendekatan pembelajaran matematika untuk
anak usia dini yang menghubungkan pembelajaran matematika dengan kehidupan
nyata atau kehidupan sehari-hari (Moomaw dan Hironymus, 1995:2)
Menurut Clements dalam Bennett
L Tisha (2000) menyatakan bahwa manipulasi
yang baik adalah yang dapat membantu anak dalam membangun, memperkuat, dan menghubungkan berbagai representasi
ide matematika. Sedangkan menurut
James (1997:06) media manipulatif adalah model konkrit yang dapat disentuh, digerakan oleh anak yang
berfungsi untuk membantu anak memahami berbagai konsep yang berhubungan
dengan matematika. Hal ini menunjukkan bahwa
segala sesuatu yang dapat ditemukan oleh anak dalam kehidupan sehari-hari dapat dijadikan media
manipulatif seperti bola, biji-bijian, kelereng,
jepitan jemuran ataupun menggunakan
material yang dekat dengan keseharian anak, seperti boneka, balok sebagai alat permainannya yang familiar
atau dekat dengan anak.
Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka penelitian ini
menawarkan kajian "Pengaruh Manipulasi Matematika terhadap
Kemampuan Operasi Penjumlahan Bilangan Anak Usia Dini", sebagai pemecahan
masalah belajar matematika pada anak usia dini.
B. Identifikasi Masalah
Penelitian ini
dilaksanakan atas beberapa anggapan dasar yaitu:
1. Melalui bermain
seorang anak dapat mempraktekkan dan meningkatkan
pemikirannya
serta mengembangkan
kreativitasnya (Freeman&Munandar,
2001).
2.
Anak usia
dini adalah masa yang
sangat strategis untuk mengenalkan
berhitung di
jalur matematika, karena
sangat peka terhadap rangsangan yang diterima dari
lingkunga. Rasa ingin tahunya yang tinggi akan
tersalurkan apabila mendapat stimulasi yang sesuai
dengan tugas perkembangannya. Apabila kegiatan berhitung
diberikan melalui berbagai macam permainan
tentunya akan lebih efektif karena bermain merupakan sarana belajar dan bekerja bagi anak. Diyakini bahwa anak akan
lebih berhasil mempelajari sesuatu apabila yang ia
pelajari sesuai dengan minat, kebutuhan dan kemampuannya. (Depdiknas, 2007:4).
3.
Mayke
dalam Sudono (2000:3)
mengemukakan bahwa belajar
dengan
bermain memberi kesempatan kepada anak untuk memanipulasi, mengulang-
ulang, menemukan sendiri, bereksplorasi,
mempraktikkan, dan mendapatkan
bermacam-macam konsep serta pengertian
yang tidak terhitung banyaknya.
4.
Peran pendidik (orang tua, guru dan orang
dewasa lain) sangat diperlukan
dalam upaya pengembangan potensi anak 4 - 6
tahun yang dilakukan melalui kegiatan
bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain. Dengan bermain
anak memiliki kesempatan
untuk
bereksplorasi, menemukan,
mengekspresikan perasaan,
berkreasi, belajar
secara menyenangkan. Selain itu bermain membantu anak mengenal dirinya
sendiri, orang lain dan lingkungan.
(Pusat Kurikulum, Balitbang Depdiknas:
2003).
5.
Juwita
(Supartini 2009:12) mengenukakan
bahwa permainan-permainan
matematika dapat membantu anak-anak membangun dan memahami konsep-
konsep matematika.
6.
Dienes (Supartini 2009:12) mengemukakan bahwa
benda-benda atau objek-
objek dalam bentuk permainan akan sangat berperan bila dimanipulasi
dengan baik dalam pengajaran matematika.
Identifikasi
masalah pada penulisan kajian ini adalah "Bagaimanakah proses manipulasi
matematika dapat memberikan pengaruh terhadap kemampuan operasi penjumlahan
bilangan pada anak usia dini?" dan "Apakah hasil dari manipulasi
matematika dapat meningkatkan kemampuan dasar matematika anak usia dini dalam
hal operasi penjumlahan bilangan?"
C. Pembatasan Masalah
Penelitian
akan dilakukan di PAUD Sabrina yang beralamat di Jalan Taman Kebon Kacang no 8 RT 06 RW 05 Kebon Kacang, Tanah
Abang, Jakarta Pusat.. Menggunakan penelitian sampel untuk menggeneralisasikan hasil penelitian sebagai
suatu yang berlaku bagi populasi.
Dalam
menentukan sampel dilakukan melalui teknik total sampling dengan jumlah populasi 14 anak. Menurut Arikunto (2002:
51) penentuan sampel bagi jumlah populasi yang kurang dari
seratus dapat digunakan teknik total
sampling, yaitu seluruh populasi dijadikan sampel
penelitian.
Pembagian
populasi untuk kelompok kontrol dan kelompok eksperimen adalah sebagai berikut: (1) Kelompok eksperimen (kelas A)
yang terdiri dari 4 anak laki-laki dan 3 anak perempuan, dan (2) Kelompok kontrol
(kelas A) yang terdiri dari 4 anak laki-laki dan 3 anak perempuan.
D. Perumusan Masalah
Permasalahan utama dalam penelitian ini difokuskan pada
pembahasan "Pengaruh Manipulasi Matematika terhadap
Kemampuan Operasi Penjumlahan Bilangan Anak Usia Dini". Permasalahan tersebut diuraikan ke dalam bentuk rincian pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana kemampuan awal operasi penjumlahan bilangan
anak usia dini pada kelompok kontrol dan kelompok eksperimen sebelum diterapkan
permainan manipulasi matematika ?
2. Bagaimana kemampuan akhir operasi penjumlahan bilangan
anak usia dini
pada
kelompok kontrol dan
kelompok eksperimen sesudah
diterapkan
permainan manipilasi matematika ?
3. Apakah pengaruh
permainan manipulasi matematika
efektif untuk meningkatkan kemampuan
operasi penjumlahan bilangan anak usia dini ?
E.
Manfaat Penelitian
1. Manfaat Secara Teoretis:
Penelitian
ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan, peningkatan mutu pendidikan dan untuk
menambah keilmuan tentang pengaruh manipulasi matematika terhadap kemampuan
operasi penjumlahan bilangan anak usia
dini.
2. Manfaat Secara Praktis:
a. Bagi
Peneliti
Memberikan pengalaman dan wawasan pribadi
dalam mengembangkan penelitian mengenai pengaruh manipulasi matemtika terhadap
kemampuan operasi penjumlahan bilangan anak usia dini.
b. Bagi
Guru
Meningkatkan pemahaman guru tentang permainan
matematika khususnya manipulasi matematika serta
menjadi acuan bagi guru dalam menggunakan metode
bermain sebagai upaya mengembangkan kemampuan operasi penjumlahan bilangan anak usia dini.
c. Bagi Lembaga Pendidikan
Hasil
penelitian ini diharapkan memberikan sumbangsih kepada Lembaga penyelenggara
pendidikan pada umumnya dan khususnya untuk PAUD Sabrina dalam mengembangkan
pembelajaran matematika yang menyenangkan bagi anak,
serta dapat meningkatkan kemampuan anak dalam memahami operasi penjumlahan bilangan.
d. Bagi
peneliti selanjutnya.
Dapat
dijadikan bahan kajian lebih lanjut bagi peneliti selanjutnnya mengenai hal
yang lebih mendalam.
F. Kajian Pustaka
I. Konsep Kompetensi Bilangan dan Operasi Bilangan
Pada Anak Usia Dini
I.1.
Pengertian Operasi Penjumlahan Bilangan
Dalam
matematika bilangan merupakan unsur yang bersifat mendasar. Dalam kamus bahasa Indonesia (2003:150) bilangan didefmisikan
sebagai: (1) banyaknya benda dan sebagainya, jumlah, (2)
satuan jumlah, satu dan tiga adalah bilangan ganjil, (3) matematika satuan
dalam system matematis yang abstrak dan dapat diunitkan, ditambah atau
dikalikan. Sementara itu, dalam Wapedia (2010) bilangan didefmisikan sebagai
suatu konsep matematika yang digunakan untuk pencacahan
dan pengukuran, simbol ataupun lambang yang digunakan untuk mewakili
suatu bilangan disebut sebagai angka atau lambang bilangan.
Dalam
matematika operasi diartikan sebagai "pengerjaan". Operasi yang
dimaksud adalah operasi hitung. Pada dasarnya operasi hitung mencakup empat pengerjaan dasar, yaitu penjumlahan, pengurangan,
perkalian dan pembagian (Raharjo Masudi, 2004:2). Selanjutnya Raharjo
Masudi (2004:2) menjelaskan bahwa dari ke empat
operasi ini yang merupakan operasi pokok adalah penjumlahan.
Penjumlahan adalah suatu proses untuk menemukan jumlah dua bilangan atau lebih, penjumlahan didasarkan pada
membilang. Pengurangan merupakan
lawan dari penjumlahan. Perkalian merupakan penambahan berulang, sedangkan
pembagian merupakan pengurangan berulang. Unsur-unsur yang dioperasikan bersifat abstrak. Pada dasarnya
operasi dalam matematika adalah suatu
relasi khusus karena operasi adalah aturan untuk memperoleh elemen tunggal dari satu atau lebih elemen yang
diketahui. Menurut Sriningsih (2008: 63) operasi bilangan meliputi
penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian.
I.2.
Materi Bilangan dan Operasi
Bilangan Pada Anak Usia Dini
Bilangan
dan operasi bilangan merupakan salah satu standar isi dari kurikulum NCTM (National Council of Teacher
Mathematics) yang meliputi hubungan satu-satu {one-to-one
correspondence), berhitung, angka, nilai tempat, operasi bilangan bulat dan pecahan (Sriningsih, 2008:
62). Menurut Coopley (2000), kemampuan yang diajarkan dalam
bilangan dan operasi bilangan meliput: counting (berhitung),
quantity (kuantitas), change operations (operasi bilangan), comparison (perbandingan), place value (nilai tempat).
Berikut
merupakan standar pembelajaran matematika berdasarkan standar kompetensi Taman Kanak-kanak dan Raudhatul Athfal.
Tabel 2.1
Standar
Pembelajaran Matematika Berdasarkan Standar
Kompetensi TK dan RA
Kompetensi Dasar
|
Hasil Belajar
|
Indikator
|
Anak mampu
|
Anak dapat
|
Menyebutkan hasil
|
memahami konsep
|
memahami
|
penambahan (menggabungkan
|
sederhana,
|
Bilangan
|
2 kumpulan benda) dan
|
memecahkan masalah
|
|
pengurangan (memisahkan
|
sederhana dalam
|
|
kumpulan benda) dengan
|
kehidupan sehari-hari
|
|
benda sampai 10
|
I. 3. Perkembangan Konsep Bilangan Pada Anak
Bruner (dalam Sriningsih, 2008:35) menyatakan
bahwa anak dalam belajar
konsep matematika melalui tiga tahap, yaitu enactive,
iconic, dan symbolic. Tahap enactive yaitu tahap belajar dengan memanipulasi benda atau obyek
konkret, tahap econic yaitu tahap belajar
dengan menggunakan gambar, dan tahap symbolic yaitu
tahap belajar matematika melalui manipulasi lambang atau simbol.
Perkembangan konsep bilangan
menurut Sujiono dkk, 2007: 11 adalah (1) penguasaan
konsep jumlah; (2) pemahaman konsep; (3) mengitung dan (4) membedakan angka dengan menunjukkan angka atau
nomor dengan symbol atau lambang.
Penguasaan
konsep jumlah merupakan dasar berkembangnya konsep bilangan yang diawali anak
dengan lebih dulu mengenal makna, bukan langsung diminta menghapal bentuk angka karena selain anak tidak tahu
artinya, hal tersebut juga sulit bagi anak.
Pemahaman konsep angka
berkembang seiring waktu dan kesempatan yang diberikan
pada anak untuk mengulang kegiatan dengan sekelompok benda dan membandingkan
jumlah bendanya. Menghitung adalah salah satu cara belajar mengenai angka yang
pada akhirnya menjadi identifikasi dari jumlah suatu benda yang dilambangkan
dengan bilangan.
Setelah
perkembangan konsep bilangan muncul dalam diri anak, secara perlahan anak mulai membangun pemahaman pada bilangan.
Bagi anak pemahaman bahwa bilangan memiliki jumlah yang tidak terbatas,
kemampuan menambah, mengurang, mengalikan
dan membagi umumnya akan muncul setelah anak berusia 7 tahun. Anak usia 5-6
tahun hanya memerlukan pemahaman konsep bilangan sebelum dapat memahami konsep bilangan secara lengkap. Beberapa tahap pemahaman bilangan menurut Sujiono dkk,
2007: 15 adalah: (1) konsep jumlah; (2) tahap conservation; (3)
tahap equivalence atau persamaan.
Konsep jumlah merupakan awal bagi anak untuk memahami
konsep bilangan secara lengkap. Sekitar usia tiga sampai tiga setengah tahun
biasanya anak telah dapat menunjukkan mana yang lebih besar atau lebih kecil.
Kemudian tahap conservation yaitu kemampuan untuk memahami bahwa jumlah benda
tetap sama sekalipun disusun dengan bentuk berbeda. Tahap equivalence atau
persamaan merupakan tahap terakhir
perkembangan konsep bilangan pada anak. Tahap ini akan muncul setelah anak tahu bahwa dua baris
benda yang disusun dalam bentuk berbeda dihadapannya tetap memiliki jumlah yang
sama tanpa perlu dihitung lagi.
II. Konsep Manipulasi Matematika
II. 1.
Pengertian Manipulasi
Matematika
Permainan
manipulasi matematika merupakan salah satu dari permainan Whole math, yang merupakan
pendekatan pembelajaran matematika untuk anak usia dini dengan menghubungkan pelajaran matematika dengan kehidupan
nyata atau kehidupan sehari-hari
(Moomaw and Hironymus, 1995: 2).
Moomaw dan Hironymus (1995:12) mendefinisikan manipulasi
matematika sebagai rancangan materi interaktif untuk
mendorong pemikiran logika-matematika peserta didik serta membantu
pemecahan masalah. Dalam manipulasi
matematika ini anak usia dini diharapkan
dapat berfikir tentang konsep-konsep matematika melalui permainan aktif. Manipulasi matematika ini mencakup
permainan-permainan manipulasi, papan flannel,
buku-buku serta beberapa media manipulasi dan lagu-lagu yang medukung
permainan tersebut (Moomaw and Hironymus, 1995:11)
II. 2. Konsep Yang Dapat
Dikembangkan Melalu manipulasi matematika
Moomaw dan Hironymus (1995:12) mengemukakan bahwa:
The concepts of one-to-one correspondence and quantification
emerge as children attempt to construct
equivalent sets. Children are constantly evaluating how many manipulative
pieces to take. In the process, their thinking
strategies evolve from global to one-to-one correspondence to counting. Some children begin to develop addition
and even subtraction skills. Some children also construct concepts of
multiplication and division.
Berdasarkan
pernyataan tersebut dapat diartikan bahwa konsep yang dapat dikembangkan dalam permainan manipulasi matematika adalah
hubungan satu-satu, membilang,
kuantitas penambahan bahkan pengurangan serta sebagian anak bahkan dapat membangun perkalian dan pembagian.
Sebagian besar kegiatan matematika prasekolah
diarahkan untuk mengembangkan keterampilan korespondensi
satu satu. Hal ini berarti anak-anak belajar untuk memahami bagaimana untuk
menunjuk ke hanya satu objek ketika mereka menghitung dan berhenti menghitung
ketika semua benda telah tersentuh. Anak akan dapat mengucapkan kata-kata
menghitung, tapi tidak akan selalu menempatkan kata-kata dengan
urutan yang benar (sequencing) dan sering akan menyentuh dua item seperti yang
mereka katakan setiap kata nomor, menyentuh item yang sama lebih dari sekali,
dan tidak menyentuh setiap item yang mereka hitung.
Anak-anak prasekolah membutuhkan banyak pengalaman dengan manipulasi untuk mengembangkan keterampilan
ini.
II. 3. Kelebihan dan
Kekurangan Math Manipulative
Kelebihan
dari Math manipulative menurut Moomaw dan Hieronymus (1995:12) yaitu mendorong anak untuk berfikir secara
numeris maupun hal lainnya ang berhubungan dengan matematika. Selanjutnya
Moomaw dan Hieronymus mengungkapkan bahwa:
They allow children to experiment cognitively by moving
the pieces around and observing the result, which is something that can not be
done in workbook.
Dari
pernyataan diatas dapat jelaskan bahwa manipulasi matematika membolehkan anak untuk melakukan percobaan dengan cara
menggerakan benda-benda berputar dan mengamati hasilnya, yang
mana hal ini tidak terdapat dalam sebuah
buku pelajaran.
Lebih lanjut Moomaw dan Hieronymus (1995:12) mengungkapkan bahwa:
Well-designed math manipulative provide
physical materials to help children visualize the mathematical procedures thay
are mentally contemplating.
Dari
pernyataan diatas dapat dijelaskan bahwa manipulasi matematika yang dirancang
dengan baik secara fisik dapat membantu anak mewujudkan cara-cara matematika yang mereka renungkan. Konsep ini
membolehkan anak melakukan percobaan secara teori dengan cara menggerak-gerakan
benda-benda berputar lalu mengamati hasilnya. Kelebihan dari manipulasi
matematika memungkinkan anak untuk
menggunakan strategi berfikir mareka berdasarkan tingkat pemikiran secara teoretis
dalam menyelesaikan masalah matematika yang sebenarnya.
Terlepas
dari kelebihan diatas, Moomaw dan Hieronymus (1995:12) mengungkapkan bahwa:
"many commercial manipulative materials
merely encourage children to handle the pieces without
doing any mathematical reasoning".
Dari pernyataan tersebut dapat diungkapkan bahwa
kekurangan manipulasi matematika adalah
beberapa materi manipulasi yang beredar di pasaran hanya mendorong anak untuk
memainkan benda tanpa melakukan penalaran matematika sedikitpun. Sebagai contoh dalam permainan tangga bersusun
yang perlu dilakukan anak hanya mengisi kolom yang
telah disediakan, tidak ada pemikiran tentang
jumlah sekaligus motivasi untuk melakukannya. Permainan manipulasi lain yaitu mainan semacam pasak yang diberi nomor di
papan ataupun kelereng yang ditempatkan pada semacam mengait dengan
nomor-nomor tertentu yang telah dirancang, dimana yang perlu
dilakukan anak hanya mengisi bagian yang kosong. Karena permaian manipulasi
tersebut tidak meningkatkan cara berfikir anak,
maka permainan tersebut sesungguhnya bukan permainan matematika.
G. Kerangka Berpikir
Tindakan
Penggunaan math manipulative direkomendasikan oleh
NCTM karena didukung oleh teori
belajar dan penelitian pendidikan di kelas. Math manipulative membantu anak
belajar dari pengalaman konkret menuju penalaran abstrak. Ketika anak
memanipulasi objek, mereka mengambil langkah pertama menuju pemahaman proses
dan prosedur matematika. "Penggunaan math manipulative yang efektif dapat
membantu anak mengintegrasikan ide-ide dan pengetahuan mereka sehingga mereka
mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang konsep matematika ("Research
on the, " nd).
Mayoritas penelitian menunjukkan bahwa prestasi
matematika meningkat saat manipulatives yang dimanfaatkan dengan baik. Banyak
studi yang menunjukkan bahwa math manipulative dapat meningkatkan short
term dan long term retensi matematika anak. Penelitian Cain-Caston
(1996) mengindikasikan bahwa menggunakan math manipulative membantu
menciptakan lingkungan yang kondusif dalam kelas matematika. Ketika anak
bermain math manipulative dan kemudian diberi kesempatan untuk merefleksikan
pengalaman mereka, tidak hanya meningkatkan pembelajaran matematika, sehingga
kecemasan matematika akan berkurang. Kenneth Chang (2008) meneliti hasil
penelitian karya ilmuwan Jennifer Kaminski dan menemukan bahwa anak-anak lebih
memahami matematika ketika mereka menggunakan contoh-contoh konkrit.
Dave Munger merancang penelitian untuk menggambarkan
manfaat math manipulative. Sampel terdiri dari dua kelas yang masing-masing
berjumlah 26 siswa. Guru kelompok eksperimen menggunakan math manipulative
untuk mengajarkan konsep matematika, sementara guru kelompok kontrol hanya
menggunakan gambar dan diagram untuk mengajarkan konsep matematika.
Analisis kovarian menunjukkan
bahwa kelompok eksperimen
matematika menunjukkan skor signifikan lebih tinggi pada prestasi
matematika daripada kelompok kontrol (Munger, 2007, np).
H. Hipotesis
Tindakan
Berikut
dirumuskan hipotesis nol dan hipotesis alternatif sebagai jawaban sementara
dari peneitian ini dari pengaruh permainan manipulasi matematika terhadap peningkatan kemampuan bilangan dan
operasi bilangan pada anak usia dini
dengan α
= 0.05, yaitu:
Ho : Tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap peningkatan
kemampuan operasi penjumlahan bilangan anak.
Ha : Permainan Math
Manipulative berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan kemampuan operasi penjumlahan bilangan anak.
Secara statistik hipotesis dituliskan sebagai berikut:
Ho =
Ha =
I.
Tujuan Penelitian
Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran mengenai efektivitas Math Manipulative terhadap kemampuan
operasi penjumlahan bilangan anak usia Taman Kanak-kanak. Adapun
secara lebih khusus penelitian ini bertujuan
sebagai berikut:
1.
Memperoleh gambaran tentang
kondisi awal kemampuan
operasi
penjumlahan bilangan di kelompok kontrol
dan kelompok eksperimen di PAUD Sabrina.
2.
Memperoleh
gambaran tentang kondisi
akhir kemampuan operasi
penjumlahan bilangan di kelompok kontrol dan kelompok eksperimen di PAUD
Sabrina.
3.
Sejauh mana efektivitas permainan Math
Manipulative dalam meningkatkan
kemampuan operasi penjumlahan bilangan anak di PAUD Sabrina.
J.
Tempat
dan Waktu Penelitian
1. Tempat
Penelitian
Tempat
pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada kelompok usia 4-5 tahun di Paud Sabrina
yang beralamat di Jalan Taman Kebon Kacang No.8 RT 006 RT 05, Kel Kebon Kacang,
Kec. Tanah Abang, Jakarta Pusat.
2. Waktu
Penelitian
Penelitian di laksanakan pada tahun ajaran 2016-2017,
yakni pada bulan Maret-April 2017.
K. Metode Penelitian
Dalam penelitan ini metode yang digunakan adalah metode
kuasi eksperimen, yaitu control group pre-test, post-test
design. Design ini melibatkan dua kelompok,
yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, desain ini melakukan pengukuran awal (pre-test) terhadap dua
kelompok, kemudian memberikan perlakuan (treatment) terhadap
kelompok eksperimen saja. Selanjutnya kedua kelompok tersebut
dilakukan kembali pengukuran akhir (post-test). Untuk lebih jelasnya
dalam Sudjana (2004: 44) tergambar sebagai berikut:
Desain
Penelitian
Kelompok
|
Pre-test
|
Treatment
|
Post-test
|
E
|
Yi
|
X
|
Y2
|
C
|
Ti
|
-
|
Y2
|
Keterangan:
E : Kelompok eksperimen
C : Kelompok kontrol
Yi : Pre-test
Y2 : Post test
X : Treatment
- : Tidak ada treatment
L.
Langkah-Langkah
Penelitian
Langkah-langkah penelitian ini terdiri
dari 3 siklus. Setiap siklus terdiri dari 4 tahap, yaitu perencanaan,
pelaksanaan, pengamatan dan refleksi.
A.
Siklus
I
a. Perencanaan
Perencanaan
tindakan adalah suatu bentuk susunan kegiatan yang mengarah pada suatu tujuan yang
akan dilaksanakan. Dalam tahap perencanaan ini penulis akan menyelidiki cara
atau upaya meningkatkan kemampuan kognitif anak dalam membilang angka 1-10 pada
anak usia 4-5 tahun. Peneliti membuat perencanaan tindakan yang meliputi
kegiatan pembelajaran mengenal konsep operasi penjumlahan bilangan matematika dengan hasil kurang dari atau sama dengan 10.
Dalam hal ini peneliti merencanakan kegiatan pembelajaran (KBM) dengan memilih
materi yang sesuai, merencanakan waktu pemnbelajaran, membuat rencana
pembelajaran, metode pembelajaran, strategi pembelajaran, menyiapkan media
pembelajaran, membuat instrumen pemantau tindakan berupa lembar observational
check list dan evaluasi untuk setiap siklus.
Rencana pembelajaran disusun berdasarkan
tahapan kemampuan kognitif anak dalam konsep mateamatika dasar yaitu membilang
pada anak usia 4-5 tahun. Peneliti juga membuat indikator kemampuan yang
digunakan untuk mengetahui peningkatan kemampuan membilang.
b. Pelaksanaan
Sebelum melakukan yang akan dilaksanakan
dalam penelitian, terlebih dahulu melakukan assesment awal kepada anak untuk
mengetahui kemampuan anak membilang. Tahap
pelaksanaan tindakan merupakan proses tindak lanjut yang berkesinambungan dari
proses perencanaan. Dalam tahap pelaksanaan tindakan ini membahas tuntas hasil
dari identifikasi permasalahan yang telah ditemukan pada proses awal
(perencanaan). Bilamana permasalahan sudah ditemukan kemudian didiskusikan oleh
peneliti bersama kolaborator (rekan guru) untuk menentukan sekaligus juga menetapkan
alternatif tindakan tentang judul yang dikemukakan, maka penulis melakukan
tindakan yaitu dengan metode penugasan. Metode ini digunakan untuk mengevaluasi
tingkat kemampuan anak.
c. Pengamatan
dalam penelitian ini pengamatan dilakukan
oleh teman sejawat sebagai observer untuk melihat apakah tindakan yang telah
dilakukan sesuai dengan oleh peneliti. Observasi akan mengamati kegiatan proses
pembelajaran yang meliputi beberapa aspek pengamatan yaitu: pengamatan terhadap
kegiatan guru mengajar, pengamatan terhadap kegiatan anak ketika proses
pembelajaran berlangsung. Pada awal pembelajaran dan review pada akhir
pembelajaran.
d. Refleksi
Peneliti beserta pengamat mendiskusikan
hasil pengamatan dari tahapan membilang anak dan hasil belajar anak selama
mengikuti proses belajar mengajar, apakah ada perubahan kemampuan dalam operasi pejumlahan pada permainan manipulasi matematika.
B. Siklus 2
a. Perencanaan
Pada tahap ini peneliti membuat perecanaan
tindakan sesuai dengan hasil refleksi siklus I, yaitu memperbaiki pelaksanaan
pembelajaran permainan Manipulasi matematika sehingga memunculkan kemampuan
operasi penjumlahan bilangan. Materi yang dipilih
sesuai dengan kemampuan anak. Setiap pertemuan peneliti membuat instrumen
pemantau tindakan, pengumpulan data serta evaluasi dari keseluruhan pertemuan
yang dilaksanakan dalam tiap siklus. Peneliti menentukan indikator kemampuan
yang digunakan untuk mengetahui peningkatan kemampuan operasi penjumlahan bilangan pada anak.
Keberhasilan dapat dilihat berdasarkan hasil lembar chekk list yang mengalami
peningkatan secara signifikan sekurang-kurangnya sebesar 20 %.
b. Pelaksanaan
Tiap siklus dilakukan selama 1x 35 menit
jam pelajaran. Selain melaksanakan pembelajaran, peneliti menyiapkan media yang
sesuai dengan tindakan, menyiapkan alat pengumpul data berupa dokumentasi,
lembar catatan lapangan, serta lembar check list.
c. Pengamatan
Pengamat melihat adanya perubahan dalam operasi penjumlahan bilangan dalam menggunakan manipulasi matematika setelah dilakukan pembelajaran. Yang tadinya anak permulaan mampu melakukan operasi penjumlahan 20
%, setelah menggunakan permainan manipulasi matematika menjadi 50 %.
d.
Refleksi
Peneliti dan pengamat mendiskusikan hasil
pengamatan yang sudah mulai menunjukan hasil positif dan menyusun langkah selanjutnya
guna mendukung penelitian.
C.
Siklus
3
a. Perencanaan
Merencanakan program pembelajaran pada
anak yang masih mengalami kendala ketika membilangmelakukan operasi penjumlahan bilangan dengan menggunakan permainan manipulasi matematika . Dengan cara mengulang pembelajaran .
b. Pelaksanaan
Pembelajaran dilakukan selama 1x 35 menit
jam pelajaran dengan lebih menekankan pada anak yang masih mengalami kendala
dalam operasi penjumlahan sampai 10 .
c. Pengamatan
Hasil pengamatan pengamat setelah
dilakukan pada proses pembelajaran berlangsung dan pengamatan terhadap reinforcement pada awal kegiatan dan
review diakhir kegiatan pembelajaran terjadi peningkatan 90 % anak bisa melakukan operasi penjumlahan sampai 10 dengan menggunakan permainan
manipulasi matematika .
d. Refleksi
Peneliti dan pengamat mendiskusikan hasil
dari pembelajaran yang telah dilakukan, selama proses pembelajaran peneliti
telah berjalan sesuai yang diharapkan, maka peneliti dan pengamat merasa sudah
cukup untuk melakukan penelitian karena sudah memenuhi target yang diharapkan.
M.
Sumber
Data
Sumber
data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :
1. Siswa
PAUD Sabrina, Kebon Kacang, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
2. Guru
inti PAUD Sabrina, Kebon Kacang, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
3. Guru
pendamping PAUD Sabrina, Kebon Kacang, Tanah Abang, Jakarta Pusat.
N.
Teknik
Pengumpulan Data
Teknik
pengumpulan data yang digunakan untuk mendapatkan data penelitian adalah dengan
cara, yaitu :
1. Observasi
Observasi adalah metode atau cara-cara
menganalisis dan mengadakan pencatatan secara sistematis mengenai tingkah laku
dengan melihat dan mengamati individu atau kelompok secara langsung.
Berdasarkan keterlibatan peneliti dalam penelitian tindakan ini, maka jenis
observasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah observasi partisipan.
Dalam observasi partisipan, pengamat ikut serta dalam kegiatan-kegiatan yang
dilakukan oleh subjek yang diteliti atau yang diamati, seolah-olah merupakan
bagian dari mereka.
2. Studi
Dokumentasi
Studi dokumentasi pada penelitian ini
berupa foto-foto yang diambil pada saat kegiatan pelaksanaan peneliti
berlangsung.
3. Catatan
Lapangan
Catatan lapangan yaitu catatan peneliti
selama pelaksanaan peneliti berlangsung baik berupa kelebihan yang perlu
dipertahankan
maupun
kekurangan yang perlu mendapat perbaikan. Selanjutnya untuk memperoleh data
pemantau tindakan dengan menggunakan lembar pengamatan, dan catatan lapangan
atau anekdot.
O.
Teknik
Analisis Data
1. Reduksi
Data
Mengubah rekaman data ke dalam fokus
permasalahan, data yang terkumpul dan rekaman catatan-catatan lapangan kemudian
dirangkum dan diseleksi. Dalam tahapan ini data dari observasi, studi
dokumentasi dan catatan lapangan akan diseleksi data-data mana saja yang perlu
dibuang dan dipilih. Untuk mempermudah dalam seleksi peneliti menggunakan
pengkodean untuk memudahkan data mana yang ingin digunakan dan data yang mana
ingin dibuang.
2. Deskripsi
Data
Deskripsi data dapat diartikan sebagai
sekumpulan informasi yang tersusun sehingga memberikan kemungkinan adanya
penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Setelah data diseleksi pada
tahap reduksi selanjutnya data akan disajikan secara deskriptif dan dalam
bentuk diagram.
3. Verifikasi
Verivikasi disini merupakan hasil dari
proses pembelajaran membaca permulaan melalui permainan kartu suku kata.
Setelah data dipilih pada tahap reduksi data dan telah disajikan dalam bentuk
deskritif pada tahap penyajian data, tiba saatnya peniliti menarik kesimpulan
atau verivikasi pada tahap ini. namun, pengolah data kulitatif tidak akan
tergesa-gesa tetapi secara bertahap denga tetap memperhatikan perolehan data.
Dengan kata lain, penarikan kesimpulan adalah suatu kegiatan dalam pembentukan
konfigurasi yang utuh.
P.
Keabsahan
Data
Untuk menguji tingkat keterpercayaan dan
keabsahan data peneliti menggunakan teknik sebagai berikut: (1) kredebilitas (credibility), item-item yang digunakan
peneliti dalam instrumen merupakan penjabaran dari teori-teori yang terkait
sehingga peneliti menentukan indikator instrumen lebih terperinci, (2)
keterbukaan (transferability),
penyajian data yang disusun oleh peneliti disampaikan secara transparan untuk
diketahui kepala sekolah, guru kelas, dan dosen pembimbing. Hal ini dilakukan
sebagai bahan untuk perbaikan tindakan selanjutnya dan memperkaya peneliti
untuk memahami ruang lingkup penelitian, (3) keakuratan (dependability), dalam pengisian data diperoleh informasi yang
akurat. Data yang diterima peneliti tidak dipengaruhi oleh faktor-faktor yang
dapat menghambat ketercapaian tujuan penelitian, (4) kelayakan (Confirmability), data yang digunakan
peneliti sebelumnya telah diinformasikan terlebih dahulu kepada para ahli
(dosen pembimbing). Apabila ada indikator yang kurang tepat dalam penghambilan
data maka peneliti akan memperbaiki indikator tersebut.
Q. Kriteria keberhasilan penelitian
Dalam penelitian ini jika pelaksanaan siklus
1 pada penelitian ini belum menunjukkan tindakan penelitian hasil yang optimal,
maka akan dilakukan dengan pelaksanaan siklus 2, jika belum menunjukkan
peningkatan hasil yang optimal, maka di perlukan pengembangan perencanaan
tindakan untuk penelitian selanjutnya melalui siklus 3. Pengembangan
perencanaan tindakan ini lebih difokuskan pada pelaksanaan kegiatan permainan manipulasi matematika yang lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Ali M.B, Deli T. 2003.Kamus Lengkap Bahasa Indonesia.Surabaya:Penabur
Umu Ali, Mohamad. 1993. Strategi
Penelitian Pendidikan. Bandung: Angkasa
Anderson, James. 1993. Quality in
early childhood education. New York: The Danish National Federation of Early Childhood and Youth
Education.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian.
Suatu Pendekatan Praktis . Jakarta:
Rineka Cipta
Ary, Donald. et all. 2006. Introduction to
Researt in Education, f edition. USE: Thomson Wadswort.