here we are

here we are

Jumat, 30 Desember 2016

Proposal Penelitian PAUD Oleh Melda Novayanti

UJIAN TENGAH SEMESTER ( UTS )
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah
“Metodologi Penelitian”
Dosen Pengampu :
Iswadi, M.Pd

MENINGKATKAN KECERDASAN VISUAL-SPASIAL ANAK

MELALUI PEMANFAATAN BAHAN LIMBAH ANORGANIK

PADA ANAK KELOMPOK B2 DI BKB PAUD CEMPAKA RW 07 TEBET BARAT, TEBET, JAKARTA SELATAN


Oleh :
Melda Novayanti
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
KUSUMA NEGARA JAKARTA
2016







MENINGKATKAN KECERDASAN VISUAL-SPASIAL ANAK

MELALUI PEMANFAATAN BAHAN LIMBAH ANORGANIK

PADA ANAK KELOMPOK B2 DI BKB PAUD CEMPAKA RW 07 TEBET BARAT, TEBET, JAKARTA SELATAN


Nama                           : Melda Novayanti
NPM                           : 20158410197
Kelas                           : F
Dosen                          : Bapak Iswadi, MPd
Jenis Penelitian           : Penelitian Tindakan Kelas







A.    Latar  Belakang Masalah
Undang-Undang (UU) No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional telah mengamanatkan dilaksanakannya pendidikan kepada seluruh  rakyat Indonesia sejak usia dini, yakni sejak anak dilahirkan. Disebutkan secara tegas dalam Undang-Undang tersebut bahwa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah  suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia 6 tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (pasal 1, butir 14). Pendidikan bagi anak usia dini semakin popular. Orang tua semakin merasakan pentingnya  memberikan pendidikan kepada anak sejak dini dan berlomba memberikan fasilitas pendidikan terbaik pada anak-anaknya. Perkembangan tersebut mendorong semakin menggeliatnya pertumbuhan lembaga pendidikan pra sekolah atau yang lebih dikenal dengan Pendididkan Anak Usia Dini ( PAUD )
 Ditengah beragam alternatif  Pendidikan Anak Usia Dini, pada dasarnya tujuan Pendidikan Anak Usia Dini adalah membantu peserta didik mengembangkan berbagai  kemampuan atau kecerdasan yang dimiliki oleh setiap anak baik psikis maupun fisik, yang biasa disebut “Multiple Intelegences”.
Kecerdasan visual-spasial merupakan salah satu kecerdasan majemuk yang dikemukakan oleh Gardner. Anak yang memiliki kecerdasan ini memiliki kemampuan untuk memvisualisasikan berbagai hal dan memiliki kelebihan dalam hal berpikir melalui gambar Hildayani, (2005:5.16). Anak yang memiliki kecerdasan visual-spasial dapat dilihat dari kesehariannya misalnya anak dapat menceritakan gambar dengan jelas, lebih senang membaca peta, diagram, lebih menyukai gambar daripada teks, menyukai kegiatan seni, pandai menggambar, yang terkadang mendekati atau persis aslinya, dapat membangun konstruksi tiga dimensi yang menarik, lebih mudah belajar dengan gambar daripada teks, dan membuat coretan-coretan yang bermakna dibuku kerja atau kertas.
Kecerdasan visual-spasial dapat dikembangkan melalui kegiatan membayangkan, menggambar, membuat kerajinan, mengatur, dan merancang, membentuk dan bermain konstruktif, bermain sandiwara boneka, meniru gambar objek, bermain dengan lilin mainan, menyusun objek mainan, bermain peran, membaca buku, dan bermain video game. Kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang melibatkan semua indera anak terlibat dalam pembelajaran yang diawali dengan menampilkan model dan diakhiri dengan membuat atau menciptakan sesuatu klinik Pediatri, (2009:2). Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Kostelnik Masitoh, (2005:7.4) bahwa pengalaman langsung harus mendahului penggambaran atau sesuatu yang lebih abstrak dan model lebih konkret daripada gambar, dan gambar lebih konkret daripada kata-kata.
Berdasarkan observasi awal yang dilakukan peneliti pada tanggal 2 sampai 30September 2016 menunjukkan bahwa kemampuan visual-spasial anak di BKB PAUD CEMPAKA RW 07 TEBET BARAT, TEBET tidak begitu tampak. Ketika diberikan bahan limbah anorganik berupa kulit aqua gelas anak hanya mampu mengguntingnya yang menghasilkan bentuk tidak beraturan, ketika kegiatan menggambar orang  sebagian besar anak hanya mampu membuat coretan sederhana berupa garis, lingkaran dan titik, setelah mencuci tangan anak tidak langsung mengeringkannya padahal sudah disampaikan oleh pendidiknya, dan ketika kegiatan menggambar bebas ada anak yang masih bingung gambar apa yang akan dibuat, sedangkan sekolah sendiri menginginkan anak memiliki kecerdasan visual-spasial diantaranya anak sudah mengenal spasial dua arah berpasangan seperti arah depan-belakang, atas-bawah, dan kanan-kiri, anak mampu menggambar figur orang, anak dapat membedakan beberapa warna dan anak dapat membuat bentuk dari bahan limbah anorganik yang diberikan oleh ibu gurunya. Kondisi di lapangan tidak sesuai  dengan apa yang menjadi tujuan sekolah, hal tersebut dipicu oleh penggunaan metode pembelajaran yang kurang bervariasi. Metode ceramah merupakan metode yang mendominasi pembelajaran di PAUD, khususnya pembelajaran di BKB PAUD CEMPAKA RW 07 TEBET BARAT, TEBET. Selain itu media yang digunakan juga kebanyakan berupa lembar kerja dalam bentuk buku yang berupa latihan-latihan yang lebih menekankan pada kemampuan akademik. Minimnya pembelajaran yang bisa menggali kecerdasan visual-spasial anak serta kurangnya keterlibatan anak dalam mengeksplorasi media atau sumber belajar yang bisa mengasah kecerdasan mereka merupakan faktor utama yang menjadi masalah mengapa anak memiliki kecerdasan yang minim khususnya kecerdasan visual-spasial. Meskipun demikian, berdasarkan amatan penulis, potensi kecerdasan visual-spasial masih memiliki peluang yang potensial untuk dikembangkan secara optimal, dengan catatan perlu melakukan tindakan perbaikan pembelajaran dalam aktivitas belajar sambil bermain anak.
Pemanfaatan bahan limbah anorganik  bagi usia PAUD merupakan kegiatan bermain dan memiliki unsur pendidikan yang kompleks, disamping harganya yang murah dan menarik bagi anak, juga bahannya banyak dan mudah diperoleh disekitar lingkungan anak, maka dipandang perlu untuk melakukan upaya-upaya perbaikan dalam program pelaksanaan kegiatan pengembangan potensi anak. Upaya tersebut, dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab kongkrit dan kewajiban untuk mengoptimalkan perkembangan kecerdasan visual-spasial yang dimiliki anak, yang mana penulis memandangnya masih memiliki peluang yang potensial untuk lebih dikembangkan lagi.
Bertolak dari keinginan pada latar belakang diatas, maka penulis  tertarik untuk menerapkan kegiatan memanfaatan bahan limbah anorganik dalam meningkatkan kecerdasan visual-spasial anak BKB PAUD CEMPAKA RW 07. Ketertarikan ini, selanjutnya mendorong penulis  dan berkolaborasi dengan Pendidik BKB PAUD CEMPAKA RW 07 untuk melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas  dengan judul Meningkatkan Kecerdasan Visual-Spasial Anak DenganMemanfaatkan Bahan Limbah Anorganik Pada Anak Kelompok B2 di BKB PAUD CEMPAKA RW 07 TEBET BARAT, TEBET, JAKARTA SELATAN.

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah yang telah dipaparkan, maka identifikasi masalah adalah :
1.      Minimnya pembelajaran yang bisa menggali kecerdasan visual-spasial anak.
2.      Rendahnya pemahaman Pendidik dan orang tua mengenai “Multiple Intelegences” khususnya kecerdasan visual-spasial merupakan salah satu kecerdasan majemuk.
3.      Strategi pembelajaran yang dilakukan Pendidik dalam mengajar kurang bervariasi sering kali membuat anak jenuh.

C. Pembatasan Masalah
            Agar penelitian ini lebih terarah maka penulis akan membatasi masalah pada Kecerdasan Visual-Spasial Anak DenganMemanfaatkan Bahan Limbah Anorganik Pada Anak Kelompok B2 di BKB PAUD CEMPAKA RW 07 TEBET BARAT, TEBET, JAKARTA SELATAN. Subyek yang diambil dalam penelitian ini adalah anak usia 5-6 tahun.

D. Perumusan  Masalah
            Berdasarkan uraian latar belakang diatas , maka permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah “ Apakah melalui pemanfaatan bahan limbah anorganik dapat meningkatkan kecerdasan visual spasial pada anak kelompok B2 di  BKB PAUD CEMPAKA RW 07 Tebet Barat, Tebet, Jakarta Selatan.

E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini nantinya diharapkan dapat bermanfaat :
1.      Bagi anak didik kelompok B2 BKB PAUD Cempaka RW 07 Tebet Barat, Tebet, Jakarta Selatan agar mereka terstimulasi sehingga memiliki pola pikir, daya nalar dan pola berimajinasi secara kompleks, motivasi positif, respon, aktif,  kreatif dan meningkatkan interaksi positif  antar mereka (anak).
2.      Dari segi teoritis/keilmuwan, hasil penelitian ini diharapkan menjadi kontribusi khasanah ilmiah dalam mengembangkan kecerdasan visual- spasial anak BKB PAUD Cempaka RW 07 Tebet Baratmelalui pemanfaatan bahan limbah anorganik yang banyak terdapat disekitar lingkungan anak sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan anak secara khusus dan memperkaya kajian ilmu Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) pada umumnya.
3.      Bagi Pendidik BKB PAUD Cempaka RW 07 Tebet Baratsebagai tambahan pengetahuan keprofesian yang selalu dituntut untuk melakukan upaya inovatif sebagai implementasi berbagai teori dan teknik pembelajaran bagi anak usia dini di PAUD/TK serta bahan ajaran yang dapat dikembangkan lebih lanjut dan dipakainya dalam kegiatan belajar sambil bermain bagi anak didiknya terutama dalam hal meningkatkan kecerdasan visual-spasial anak usia dini.
4.      Bagi Lembaga BKB PAUD Cempaka RW 07 Tebet Baratdan bagi pihak-pihak yang berkompeten dengan masalah perkembangan anak usia dini, diharapkan hasil penelitian ini nantinya dapat dimanfaatkan sebagai bahan informasi untuk menyusun langkah-langkah yang lebih konkrit dan dalam penyusunan kebijakan usaha pengembangan dan peningkatan kecerdasan visual-spasial anak usia dini di sekolah PAUD lain yang sederajat, khususnya yang relevan dengan pemanfaatan bahan limbah anorganik yang ada dilingkungan sekitar sebagai media pembelajaran untuk meningkatkan kecerdasan visual-spasial anak.
5.      Untuk menambah wawasan dan pengetahuan penulis serta sebagai bahan rujukan atau kajian lebih lanjut bagi peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian yang lebih luas dan mendalam mengenai peningkatan kecerdasan visual-spasial anak usia dini, khususnya dengan memanfaatkan bahan limbah anorganik  yang banyak terdapat dilingkungan sekitar.

F. Kajian Pustaka
1. Hakikat Kecerdasan
Teori “Multiple Intelegence yang dikemukakan oleh Howard Gardner merupakan gebrakan yang sangat fundamental dibidang ilmu pengetahuan, yakni: a. Kecerdasan Linguistik/bahasa, berkaitan dengan kemampuan membaca, menulis, berdiskusi, berargumentasi dan berdebat; b. KecerdasanMatematis-Logis, berkaitan dengan kemampuan berhitung, menalar dan berpikir logis, memecahkan masalah; c. Kecerdasan Visual-Spasial, berkaitan dengan kemampuan menggambar, memotret, membuat patung, mendesain; d. Kecerdasan Musikal, berkaitan dengan kemampuan menciptakan lagu, mendengar nada dari sumber bunyi atau alat-alat music; e. Kecerdasan kinestetik/gerak, berkaitan dengan kemampuan gerak motorik dan keseimbangan; f. Kecerdasan Interpersonal, berkaitan dengan kemampuan bergaul dengan orang lain, memimpin, kepekaan sosial, kerja sama dan empati; g. Kecerdasan Intrapersonal, berkaitan dengan pemahaman terhadap diri sendiri, motivasi diri, tujuan hidup dan pengembangan diri; dan h. KecerdasanNaturalis, berkaitan dengan kemampuan meneliti perkembangan alam, melakukan identifikasi dan observasi terhadap lingkungan sekitar.
 Teori tersebut membuka mata dunia yang selama ini mengidentikkan suatu kecerdasan dengan nilai IQ. Munculnya teori “Multiple Intelegence” atau kecerdasan majemuk membuktikan bahwa tidak ada anak yang bodoh atau pintar, yang ada hanyalah anak yang lebih menguasai satu bidang tertentu dan kurang menguasai bidang lain.Maksud dari pernyataan tersebut adalah kedelapan kecerdasan yang diungkapkan oleh Gardner bisa saja dimiliki oleh individu, hanya saja dalam taraf yang berbeda. Selain itu, kecerdasan ini tidak berdiri sendiri terkadang bercampur dengan kecerdasan lain Agustin, (2006:36). Misalnya saja bila anak pintar bernyanyi sebagai kecerdasan musikal, ia juga pada umumnya cerdas dalam gerakan tubuh, ia dapat mengikuti dan menyesuaikan gerakannya dengan ritme atau alunan musik yang didengarkannya.
Kecerdasan bukanlah sesuatu yang bersifat kebendaan, melainkan sesuatufiksi ilmiah untuk mendeskripsikan perilaku individu yang berkaitan dengan kemampuan intelektual. Dalam mengartikan kecerdasan ini, para ahli mempunyai pengertian yang beragam, sebagaimana yang dikemukakan oleh Yusuf (2005:106), diantara pengertian itu adalah sebagai berikut:
a.    Kecerdasan sebagai kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif.
b.    Intelegensi meliputi tiga pengertian, yaitu kemampuan untuk belajar, keseluruhan pengetahuan untuk diperoleh, dan kemampuan untuk beradaptasi secara berhasil dengan situasi baru atau lingkungan pada umumnya.
c.    Kecerdasan dibagi dalam dua kategori, yaitu: (1) Fluid Inteligence”, yaitu tipe kemampuan analisis kognitif yang relatif tidak dipengaruhi oleh pengalaman belajar sebelumnya; (2) “Crystalized Inteligence ”, yaitu keterampilan-keterampilan atau kemampuan nalar (berpikir) yang dipengaruhi oleh pengalaman belajar sebelumnya.
Menurut Thurstone Syaodih, (2007:93) individu memiliki sejumlah faktor kecerdasan yang berkelompok menjadi tujuh faktor kemampuan, yaitu:
1.        Verbal Comprehension, kemampuan untuk memahami hal-hal yang dinyatakan secara verbal atau menggunakan bahasa.
2.        Word Fluecy, kelancaran dan kefasihan menyatakan buah pikiran dengan menggunakan kata-kata.
3.        Number Ability, kemampuan untuk memahami dan memecahkan masalah-masalah matematis, yaitu masalah yang menyangkut dan menggunakan angka-angka atau bilangan-bilangan.
4.        Spatial Ability, kemampuan untuk memahami ruang.
5.        Memory, kemampuan untuk mengingat.
6.        Paceptual Ability, kemampuan untuk mengamati dan memberikan penafsiran atas hasil pengamatan.
7.        Reasoning, kemampuan berpikir logis.
2.    Hakikat Kecerdasan Visual-Spasial pada Anak
Kecerdasan Visual-Spasial berkaitan dengan kemampuan menangkap warna, arah, dan ruang secara akurat. Sebagaimana dikemukakan oleh Armstrong Masfiroh, (2004:67) bahwa “anak yang cerdas dalam visual-spasial memiliki kepekaan terhadap warna, garis-garis, bentuk-bentuk, dan bangunan-bangunan”. Sedangkan menurut Indra Masfiroh, (2004:67) anak yang memiliki kemampuan visual-spasial dapat mengenali identitas objek ketika objek tersebut ada dari sudut pandang yang berbeda, dan mampu memperkirakan jarak dan kecerdasan darinya dengan sebuah objek.
Kecerdasan Visual-Spasial memiliki manfaat yang luar biasa dalam kehidupan manusia. Hampir semua pekerjaan yang menghasilkan karya nyata memerlukan sentuhan kecerdasan ini. Bangunan yang dirancang arsitektur, desain taman, lukisan, rancangan busana, pahatan, bahkan benda-benda sehari-hari yang dipakai manusia pun adalah hasil buah kecerdasan visual-spasial yang tinggi mengesankan kreativitas. Kemampuan mencipta satu bentuk, seperti bentuk pesawat terbang, rumah, mobil, burung, mengesankan adanya unsur  transformasi bentuk yang rumit.
Kecerdasan Visual-Spasial dapat distimulasi melalui berbagai program seperti melukis, membentuk sesuatu dengan plastisin, mencecap, dan menyusun potongan gambar. Guru perlu menyediakan berbagai fasilitas yang memungkinkan anak mengembangkan daya imajinasi mereka, seperti alat-alat permainan konstruktif (Lego, puzzle, lasie), balok-balok bentuk geometri berbagai warna dan ukuran, peralatan menggambar, pewarna, alat-alat dekoratif (kertas warna-warni, gunting, lem, benang), dan berbagai buku bergambar. Akan lebih baik, jika menyediakan beberapa miniatur benda-benda yang disukai anak, seperti mobil-mobilan, pesawat terbang, rumah-rumahan, hewan dan orang-orangan.
Menurut Gardner Musfiroh, (2004:69) kecerdasan visual-spasial mempunyai lokasi diotak bagian belakanghemisfer kanan. Kecerdasan ini berkaitan erat dengan kemampuan imajinasi anak. Pola pikir topologis (bersifat mengurai bagian-bagian dari suatu objek) pada awal masa kanak-kanak memungkinkan mereka menguasai kerangka pikir euclidean pada usia 9-10 tahun. Kepekaan artistik pada kecerdasan ini tetap bertahan hingga seseorang itu berusia tua.
Anak usia 4 tahun, umumnya, sudah mengenal spasial dua arah biner (berpasangan) seperti arah depan-belakang, atas-bawah, sana-sini, meskipun adakalanya masih bingung dengan arah kanan dan kiri. Mereka belum dapat memahami arah mata angin, meskipun diantaranya dapat menyebutkan nama mata angin.
Menurut Beredekamp dan Copple Musfiroh, (2004:93) anak usia 4 tahun sudah dapat menata balok-balok menjadi bentuk yang tinggi dan agak kompleks. Mereka yang menunjukkan kemampuan memperkirakan secara spasial yang masih terbatas, dan cenderung merusak posisi atau benda. Mereka cenderung mengubah mainan yang memiliki bagian-bagian yang masih bagus. Menurut Amstrong Musfiroh, (2004:137) untuk mengasah kecerdasan visual-spasial, anak-anak perlu dibelajarkan melalui gambar, metafora, visual dan warna. Cara terbaik untuk menstimulasi mereka adalah film, video, diagram, peta, dan grafik.
Secara umum deskripsi tentang kecerdasan spasial  pada anak beserta indikatornya yang dicetuskan oleh Howard Gardner Agustin, (2006:37) diuraikan sebagai berikut :
Kecerdasan visual-spasial adalah kemampuan memahami, memproses, dan berpikir dalam bentuk visual. Anak dengan kecakapan ini mampu menerjemahkan bentuk gambaran dalam pikirannya ke dalam bentuk dua atau tiga dimensi.
Adapun cirri-ciri yang tampak pada aktifitas anak adalah sebagai berikut :
a.    Memiliki kepekaan terhadap warna, garis, bentuk, ruang, dan bangunan.
b.     Memiliki kemampuan membayangkan sesuatu, melahirkan ide secara visual dan spasial.
c.    Memiliki kemampuan mengenai identitas objek ketika objek itu ada pada sudut pandang yang berbeda.
d.   Mampu memperkirakan jarak dan keberadaan dirinya dengan sebuah objek.
e.    suka mencoret-coret, membentuk gambar, mewarnai, dan menyusun unsur-unsur bangunan.
Secara karier kecerdasan spasial biasanya dimiliki oleh arsitek, insyinyur mesin, seniman, fotografer, pilot, navigator, pemahat, dan penemu Lwin Mubiar, (2006:57). Adapun Yusuf dan Nurihsan Agustin, (2006:36) mengemukakan, kecerdasan spasial sebagai sekumpulan kemampuan-kemampuan yang berhubungan dengan pemilihan, pemahaman, proyeksi visual, imajinasi mental pemahaman ruang, manipulasi imajinasi, serta penggadaan imajinasi nyata maupun imajinasi dalam diri/abstrak.
Dalam kaitannya dengan upaya membantu mengembangkan kecerdasan spasial anak, Rachmani, Agustin, (2006:36) menjelaskan bahwa stimulasi-stimulasi berikut dapat digunakan guru untuk membantu mengembangkan kecerdasan spasial anak : (a) menggambar dan melukis; (b) mencoret-coret; (c) membuat prakarya; dan (d) melakukan permainan konstruktif.
Kecerdasan ini melibatkan imajinasi aktif yang membuat seseorang mampu mempersiapkan warna, garis dan luas, serta menetapkan arah dengan tepat Andi Yudha, (2009:53). Selain itu Andi Yudha mengemukakan mengenai bagaimana cara mengembangkan kecerdasan visual-spasial anak, salah satunya adalah dengan belajar bentuk geometri, salah satu caranya yaitu dengan meminta anak memperhatikan bentuk-bentuk rumah, bola, atau benda yang ada dalam buku, seperti menyebutkan konsep garis, lurus, zig-zag, bulat, persegi, atau kerucut.
Menurut Apriany (2007:8) kemampuan visual-spasial sangat dibutuhkan anak ketika belajar, terutama ketika anak diperkenalkan dengan huruf-huruf, angka, dan bentuk. Anak yang kurang memiliki kemampuan visual-spasial akan merasa kebingungan saat diperkenalkan dengan huruf  sehingga terjadi penafsiran huruf yang terbalik seperti pada huruf  b dan d, anak sering salah dalam membaca dan menuliskan huruf-huruf  tersebut. Untuk itu kecerdasan visual-spasial sangat berperan penting dalam kegiatan belajar mengajar. Dengan kemampuan visual-spasial yang dimilikinya, anak dengan mudah mempelajari materi ajar yang diberikan oleh guru khususnya menulis dan membaca. Selain itu, kecerdasan visual-spasial juga dibutuhkan anak untuk dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang membutuhkan manipulasi  motorik halus misalnya menggambar, menyusun mainan bongkar pasang, melukis, dan lain-lain..
Menurut Abdurrahman Apriani, (2007:57) ada lima jenis kecerdasan visual-spasial, yaitu:
1.        Hubungan keruangan (Spasial relation)
Menunjukkan persepsi tentang posisi berbagai objek dalam ruang. Dimensi fungsi visual ini mengimplikasikan prsepsi tentang suatu objek atau symbol (gambar, huruf, dan angka) dan hubungan ruangan yang menyatu dengan sekitarnya.
2.        Diskriminasi Visual (Visual discrimination)
Menunjukkan pada kemampuan membedakan suatu objek dari objek yang lain. Dalam tes kesiapan belajar misalnya anak diminta menemukan gambar kelinci yang bertelinga satu dari sederetan gambar kelinci yang bertelinga dua. Jika anak diminta untuk membedakan antara huruf m dan n, anak harus mengetahui jumlah bongkol pada tiap huruf tersebut.
3.        Diskriminasi Bentuk dan latar belakang (figure-ground discrimination)
Menunjuk pada kemampuan membedakan suatu objek dari latar belakang yang mengelilinginya. Anak yang memiliki kekurangan dalam bidang ini tidak dapat memusatkan perhatian pada suatu objek karena sekeliling objek tersebut ikut mempengaruhi perhatiannya, akibatnya dari keadaan semacam itu anak menjadi terkecoh perhatiannya oleh berbagai rangsangan yang berada disekitar objek yang harus diperhatikan.
4.        Visual Clouser
Menunjuk pada kemampuan mengingat dan mengidentifikasi suatu objek, meskipun objek tersebut tidak diperhatikan secara keseluruhan.
5.        Mengenal Objek (Object recognition)
Menunjuk pada kemampuan mengenal sifat berbagai objek pada saat mereka memandang. Pengenalan tersebut mencakup berbagai bentuk geometri, hewan, huruf, angka, kata, dan sebagainya.
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan visual-spasial sangat penting. Dimana kemampuan tersebut dapat membantu anak dalam proses belajar mengajar serta mengenali lingkungan sekitarnya. Misalnya kemampuan hubungan keruangan merupakan bagian yang sangat penting dalam belajar matematika, demikian juga kemampuan membedakan huruf dan kata secara visual merupakan bagian yang esensial dalam belajar membaca.
A.     Mengembangkan Potensi Kecerdasan Visual-Spasial Anak Usia Dini/Taman Kanak-Kanak

Menurut Hildayani Watiah, (2011:24) anak dengan kecerdasan visual-spasial bisa melihat aneka perbedaan warna yang hampir tidak kentara dan berbagai pola yang tidak biasa serta mampu menerjemahkan desain-desain ini pada media ekspresi yang dipilih. Anak senang dengan alat seni, termasuk pensil, krayon, lukisan, kuas-lukis, dan grafik computer, dan akan menghabiskan waktu senggangnya untuk membuat sketsa, menggambar, dan mendesain. Sering kali, karya-karya yang sempurna dari anak ini menunjukan berbagai hubungan visual-spasial seperti pola-pola inovatif dan pengubahan imajinatif atas berbagai objek sehari-hari. Muslihuddin dan Agustin (2008:80) mengemukakan guru dapat merangsang kecerdasan spasial dengan melakukan berbagai program seperti melukis, membentuk sesuatu dengan plastisin, mengecap dan menyusun potongan gambar.
B.    Peran Guru dalam Meningkatkan Kecerdasan Visual-Spasial
Peran pendidik atau guru bertugas merangsang dan membina kecerdasan visual-spasialanak. Pentingnya pengembangan visual-spasial pada anak usia Dini/Taman Kanak-Kanak berdampak positif bagi perkembangan mental dan fisik.  Perkembangan mental antara lain: emosi, intelektual, persepsi, sosial, estetik, dan kreatif. Dalam hal perkembangan fisik motorik halusnya, anak sudah dapat melakukan aktifitas seperti menggunakan pensil atau krayon, mencoret-coret, meniru bentuk gambar, untuk mengembangkan imajinasinya sehingga merangsang aktifitas kreatifnya.
Metode pembelajaran dengan menggunakan permainan adalah cara atau pendekatan yang dipergunakan dalam menyajikan atau menyampaikan materi pembelajaran di PAUD/Taman Kanak-Kanak. Pembelajaran disusun sehingga menggembirakan dan demokratis agar anak tertarik untuk terlibat dalam setiap kegiatan pembelajaran. Anak tidak hanya duduk tenang mendengarkan ceramah guru, tetapi mereka aktif berinteraksi dengan berbagai benda dan orang dilingkungannya, baik secara fisik maupun mental. Pembelajaran di Raudatul Athfal/Taman Kanak-Kanak harus menerapkan esensi bermain. Esensi bermain meliputi perasaan menyenangkan, merdeka, bebas memilih, dan merangsang anak terlibat aktif.
Menurut Purba Watiah, (2011:25) untuk mengembangkan dan menginspirasi kecerdasan visual-spasial ini di ruang kelas, guru dapat melengkapi ruang kelas dengan berbagai bahan seni, kamera, peta, program computer atau grafik, dan model karya seni. Untuk merangsang kecerdasan ini, bebaskan anak untuk bereksperimen disemua wilayah seni visual secara bebas, juga dalam kaitannya dengan berbagai tugas dibidang kurikulum yang lain.
C.  Ragam Aktifitas Pembelajaran Untuk Mengembangkan Kecerdasan Visual-Spasial Anak

Ragam aktifitas pembelajaran yang dapat meningkatkan kecerdasan visual-spasial salah satunya adalah dengan permainan balok. Menyusun balok, dapat membantu anak menguasai konsep bidang. Metode pengajaran yang memasukkan berpikir spasial seperti bentuk-bentuk balok yang menghubungkan konsep spasial dapat membantu terhadap pemecahan masalah dalam dunia anak-anak, Elliot dalam Sulistyowati, (2010:46).
Bermain merupakan suatu kegiatan yang sangat disenangi anak. Melalui kegiatan bermain, anak dapat memuaskan keinginannya yang terpendam. Pada berbagai situasi dan tempat anak selalu menyempatkan untuk menggunakan tempat serta media sebagai arena bermain dan permainan. Permainan dapat membantu anak mengerti lebih baik melalui indera penglihatan dan pendengaran, anak dapat mengerti pelajaran dengan memahami perbedaan arah, perbedaan warna serta bentuk. Anak-anak usia Dini/Taman Kanak-Kanak dalam berekspresi seni rupa memiliki kekuatan yang menunjukkan karakteristik dan hal ini penting bagi terwujudnya karya seni.
Menurut Edy Sulistyowati, (2010:46) kecerdasan visual-spasial dapat dikembangkan dengan pembelajaran seni rupa. Ekspresi seni anak-anak usia dini pada umumnya menunjukkan keunikan, naïf, spontan, ekspresif, jujur, dan orisinal. Hasil karya seni anak ini termasuk dalam kecerdasan visual-spasial. Kecerdasan ini berkaitan dengan kemampuan menangkap warna, arah, dan ruang secara akurat serta mengubah penangkapannya tersebut ke dalam bentuk lain, seperti lukisan atau menggambar bebas. Potensi ini ditumbuhkembangkan, sehingga kreatifitas anak dapat tersalurkan dengan baik.
Kegiatan menggambar bebas, permainan warna atau mewarnai gambar merupakan kegiatan kreatif anak usia dini yang dapat mengenalkan warna pada anak, melatih motorik halus, serta mampu menceritakan tentang hasil karya yang dibuat. Anak usia dini rasa keingintahuan serta kemampuan menyimpan memori diingatannya masih sangat tinngi. Oleh karena itu, pengembangan kecerdasan visual-spasial hendaknya mendapatkan kesempatan dan pembinaan secara terarah lebih intensif dan efektif sesuai dengan masa perkembangannya.Melalui bermain warna atau membuat coretan gambar anak akan berekspresi dan bereksplorasi, yang berarti akan menumbuhkan kecerdasan visual-spasial anak.
Banyak PAUD/Taman Kanak-Kanak dalam menyampaikan pembelajaran kurang memperhatikan potensi, bakat dan minat yang dimiliki anak. Lembaga ataupun pendidik kurang memahami karakteristik anak, kebebasan yang diinginkan anak, kebutuhan anak, kurang memberikan kesempatan pada anak dan kurang memahami pemberian penilaian kepada anak. Metode pembelajaran yang digunakan  kurang menyenangkan, monoton, dan guru menjelaskan materi pembelajaran di papan tulis. Sehingga kurang mempengaruhi tingkat berpikir, kecerdasan anak, minat belajar anak, dan kurang dapat mengembangkan potensi yang dimiliki anak. Pelaksanaan pembelajaran di PAUD/Taman Kanak-Kanak seharusnya guru menggunakan berbagai metode yang sesuai dengan rancangan. Metode pembelajaran tersebut antara lain terdiri dari metode bermain, karyawisata, demonstrasi, proyek, dan bercerita.
D.  Peningkatan Kecerdasan Visual-Spasial Anak Melalui Pemanfaatan Bahan Limbah Anorganik yang Terdapat Di Lingkungan Sekitar Anak

Sehubungan dengan kegiatan belajar sambil bermain anak terhadap sesuatu yang ada pada alam sekitar mereka, menurut Moeslichatoen, (1995:37), akan memberikan kesempatan kepada anak untuk memahami dan memanfaatkan oleh jajahannya atau sifat petualangannya yang merupakan salah satu ciri sifat khas pada anak, berupa: (1) wawasan informasi yang lebih luas dan lebih nyata; (2) menumbuhkan rasa keingintahuan anak tentang sesuatu yang telah ataupun baru diketahuinya; (3) dapat memperjelas konsep dan mengembangkan kemampuan, keterampilan, kecerdasan, serta imajinasi dan daya kreativitas anak; (4) memperoleh pemahaman penuh tentang kehidupan manusia, hewan, tanaman, cuaca, dan sebagainya yang terdapat di lingkungan dengan berbagai situasi dan kondisi yang ada; (5) memperoleh pengetahuan tentang bagaimana memahami lingkungan yang ada disekitar serta bagaimana pemanfaatannya.
Berkaitan dengan hal tersebut Rachmawati dan Euis. K., (2005:74), juga mengemukakan pandangan bahwa dalam proses membelajarkan anak, hendaknya guru mampu memanfaatkan bahan limbah anorganik/materi yang terdapat di lingkungan sekitar anak sebagai media pembelajaran dalam suatu bentuk kegiatan pendekatan seperti, menuntun dan mengajak anak mengeksplorasi bahan limbah anorganik/materi tersebut menjadi bentuk mainan yang edukatif baginya. Dalam konsep ini, guru dapat mengamati dan memilih benda-benda kongkrit apa saja yang terdapat di lingkungan sekitar anak, untuk selanjutnya benda-benda yang sesungguhnya tersebut di eksplorasi secara lebih mendalam yang dilakukan anak sambil bermain sehingga didapatkan pengetahuan-pengetahuan baru yang bermakna bagi anak dalam mengembangkan kecerdasan visual-spasial dan daya kreatifitasnya.
Lingkungan kita memang kaya dengan bahan-bahan yang dapat digunakan/dimanfaatkan guru untuk membuat media bermain atau permainan bagi anak, baik itu yang masih alami maupun yang sudah terbuang atau merupakan bahan sisa yang telah dibuang. Hal tersebut dipandang sebagai pemanfaatan yang menunjuang pendidikan kreativitas anak ke arah yang lebih baik, seperti pandangan yang dikutip dari http://asepsofyan.multiply.com, (2009), yang mengemukakan bahwa pendidikan kreatifitas yang baik adalah mengajak, menuntun dan membantu anak untuk membuat mainan kerajinan sendiri dari bahan limbah anorganik yang dianggap tak digunakan lagi yang banyak terdapat di lingkungan sekitar mereka. Mengajak  mereka dengan perasaan riang dan gembira membuat mainan dari bahan limbah anorganik aneka minuman kaleng dan gelas, kardus, botol bekas, gabus, dan lain sebagainya, dengan kegiatan seperti  permainan membuat robot-robot dari  kardus bekas, menghias botol bekas menjadi  binatang, membuat mobil-mobilan dari bahan kaleng bekas, dan sebagainya. Lebih lanjut dijelaskan bahwa, anak memang perlu terus dilatih untuk mampu bekerja memgembangkan kecerdasan visual-spasial dan kreatifitasnya dalam durasi yang relatif lama dan berorientasi hasil, pujilah proses mereka dalam membuat suatu karya sehingga anak tidak akan stres, anak-anak juga penting untuk terus dibiasakan membuat aneka mainan sendiri dan berilah terus dia support dalam kegiatan tersebut. Dukungan, dorongan, dan penghargaan yang tulus atas hasil kerja anak akan membekas, membuat anak tambah semangat bekerja, dan lebih kreatif serta termotivasi mengembangkan daya imajinasi dan kreatifitasnya untuk selalu ingin membuat hal-hal yang unik, original, baru, dan lebih menarik lagi.
Berkaitan dengan hal pemanfatan media yang mampu mengembangkan imajinasi dan kecerdasan visual-spasial anak, Yuliani N. Sujiono, dkk, (2005:8.5) dalam kajiannya mengungkapkan bahwa adanya keluhan dari berbagai kalangan masyarakat tentang rendahnya kemampuan imajinatif dan kecerdasan visual-spasial yang dimiliki anak saat ini, disebabkan antara lain oleh minimnya para guru PAUD/TK mengunakan atau memanfaatkan media belajar ketika mereka mengajar, seperti permainan dan mainan dari bahan-bahan sederhana yang banyak terdapat dilingkungan sekitar anak selanjutnya dikatakan bahwa media, meskipun itu dibuat dari bahan limbah anorganik dalam bentuk yang sederhana, namun dapat menjadikan anak mampu lebih berpikir kreatif, mampu menyelesaikan permasalahan dari tugas perkembangannya, mampu berpikir logis, mampu menstimulasi anak untuk melakukan kegiatan belajar yang bermakna, mampu meningkatkan daya nalarnya dan mampu menemukan satu jawaban yang paling tepat terhadap masalah yang diberikan berdasarkan informasi yang tersedia. Penerapan media juga bisa lebih mampu memenuhi kepuasan diri anak dalam belajar sambil bermain. Misalnya saja, anak yang sedang bermain dengan menggunting-gunting kertas atau bahan limbah dari plastik atau dengan media permainan konstruktif lainnya, nampak mereka sangat asyik sekali dan bahkan tidak mau diganggu. Mereka terus mencoba dan mencoba lagi untuk membuat berbagai bentuk pola-pola dengan kombinasi baru atau membuat berbagai kombinasi susunan baru dari bahan-bahan tersebut. Nampaklah bahwa media yang sederhana dengan hanya memanfaatkan bahan limbah anorganik, seperti yang terbuat dari bahan kertas dan pelastik yang banyak terdapat dilingkungan sekitar anak, juga dapat berperan sebagai sumber munculnya inspiratif, imajinatif, dan kreatifitas anak sehingga dapat meningkatkan kecerdasan visual-spasial anak.

G. Kerangka Berpikir Tindakan
Penelitian yang dilakukan oleh Enok ArnawatiMeningkatkan Kecerdasan Visual-Spasial Anak MelaluiPemanfaatkan Bahan Limbah Anorganik Pada Anak Kelompok B di PAUD Tawakal,  Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang”. Enok Arnawati menyatakan bahwa dengan mengoptimalkan pemanfaatan bahan limbah anorganik dapat meningkatkan kecerdasan visual-spasial anak, khususnya anak didik yang ada di PAUD Tawakal, Desa Padarincang, Kecamatan Padarincang, Kabupaten Serang.

H.   Hipotesis tindakan
Berdasarkan uraian-uraian yang telah dipaparkan pada bagian kajian pustaka di atas,  maka dapat di kemukakan hipótesis tindakan dalam penelitian ini,  yaitu “ melalui pemanfaatan bahan limbah anorganik dalam proses kegiatan belajar sambil bermain, maka dapat meningkatkan kecerdasan visual-spasial anak kelompok B2  BKB PAUD Cempaka RW 07 Tebet Barat, Tebet, Jakarta Selatan.

I.       Tujuan Penelitian
A.     Tujuan Umum
Anak dengan kecerdasan visual-spasialnya dapat memanfaatkan bahan limbah anorganik yang terbuat dari plastik yang banyak berserakan di lingkungan sekitarnya.

B.     Tujuan Khusus
Anak dapat atau mampu mengembangkan kecerdasan visual-spasialnya untuk membuat bentuk kursi, meja, dan mata angin mainan dengan memanfaatkan limbah plastik.

J. Tempat dan Waktu Penelitian
1.      Tempat
Penelitian ini bertempat di kelas anak kelompok B2 BKB PAUD Cempaka RW 07 Tebet Barat, Tebet, Jakarta Selatan

2.      Waktu
Waktu pelaksanaan, di rencanakan dilaksanakan pada bulan Oktober sampai November 2016.

K. Metode Penelitian
Sesuai dengan maksud dan tujuan yang terkandung dalam pelaksanaan penelitian ini, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan tindakan atau yang oleh Hopkins (1993)disebut penelitian tindakan(action research) yang merupakan bagian dari penelitian kualitatif, yaitu penelitian yang dilakukan untuk mencari makna yang melatarbelakangi kinerja guru, sehingga akan diperoleh tingkat pemahaman tentang masalah atau situasi yang ada dilapangan, khususnya yang menyangkut pelaksanaan pengelolaan dan proses pembelajaran di kelas.
Proses penelitian tindakan kelas menggunakan proses penelitian observasi dan wawancara yang bersifat reflektif, partisipatif, dan kolaboratif sebagaimana yang dikemukakan oleh Hopkins (1993:88-89), dengan langkah-langkah sebagai berikut: Pertama,diadakan perencanaan bersama (planningconverence) antara guru (Pendidik PAUD) dengan penelitian. Kedua, observasi kelas (classroom observation) pada kegiatan ini peneliti mengobservasi guru yang sedang melakukan kegiatan pembelajaran atau mengajar di kelas dan selanjutnya mengumpulkan data yang objektif tentang aspek-aspek pengamatan yang telah direncanakan semula. Dan langkah Ketiga,pertemuan balikan (feedback conference), peneliti dan guru mengadakan diskusi untuk saling memberi penilaian (evaluation) atau yang merupakan refleksi terhadap tampilan pembelajaran. Kemmis dan Mc Taggar, lebih lanjut mengemukakan bahwa penelitian tindakan dilaksanakan dalam beberapa siklus tindakan dengan beberapa kali tindakan dalam setiap siklusnya yang mengacu pada empat langkah utama yaitu (1) perencanaan, (2) tindakan, (3) observasi, (4) refleksi. Keemapat langkah tersebut akan dilaksanakan secara bersiklus dengan jumlah putaran akan ditentukan berdasarkan perkembangan efektifitas solusi aksi yang ditawarkan kepada subjek (guru dan siswa). Kedua model tersebut dipadukan dengan formulasi sesuai dengan kebutuhan penelitian ini yang disesuaikan dengan kondisi lapangan yang tahapannya dapat digambarkan dalam bentuk siklus seperti pada halaman berikut:
Alternatif pemecahan
(Rencana TindakanI)

Pelaksanaan
Tindakan I

 SKETSA SIKLUS PENELTIAN TINDAKAN
L. Langkah-langkah Penelitian

SIKLUS I
PERMASALAHAN




ANALISISDATA I

Terselesaikan
 
REFLEKSI I
 
OBSERVASI
(Monitoring)

 
BELUM
TERSELESAIKAN


SIKLUSII
(ProgramPerbaikan)

Alternatif Pemecahan
(Rencana Tindakan II)

PELAKSANAAN
TINDAKAN II
 

Terselesaikan

REFLEKSIII
 
ANALISISDATAII
 
OBSERVASI
(Monitoring)
 

SIKLUS SELANJUTNYA

BELUM
TERSELESAIKAN
 

                                                                 Sri Wuryan Aziz, (2000:57)
Memperhatikan bagan tahapan atau prosedur penelitian tindakan kelas yang disajikan pada halaman sebelumnya, terlihat bahwa aktifitas penelitian tindakan berlangsung dari siklus ke siklus selanjutnya. Begitu pun juga pada penelitian yang penulis akan lakukan kali ini direnacakan dan diupayakan kegiatan tindakan yang dilakukan dapat terselesaikan dengan baik dalam dua siklus saja. Oleh sebab itu, dalam perencanaannya, prosedur kegiatan tindakan yang akan dilakukan didesain seoptimal mungkin bersama mitra peneliti (Guru) dan pengamatannya disesuaikan dengan perubahan-perubahan yang ingin dicapai seperti apa yang telah didesain dalam aspek-aspek yang akan diamati mengenai faktor perkembangan kreatifitas anak BKB PAUD Cempaka RW 07.

M. Sumber Data
Sumber data, jenis data dan teknik dalam pengumpulannya pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.      Sumber data penelitian diperoleh dari Pendidik dan anak didik. Selain itu, bersumber dari dokumen-dokumen yang dipandang penting berupa catatan-catatan khusus tentang program-program kegiatan belajar anak yang belum terdapat dalam pedoman observasi namun dianggap dapat mendukung hasil penelitian.
2.      Jenis data yang dikumpulkan adalah data kualitatif berupa nilai perolehan yang dinyatakan dengan simbol huruf (BSB = Berkembang Sangat Baik, BSH = Berkembang Sesuai Harapan, MB = Mulai Berkembang, dan BB = Belum Berkembang), yang diperoleh dengan menggunakan pedoman atau lembar checklist penilaian yang berisikan sejumlah indikator penilaian.

N. Teknik Pengumpulan Data
1.      Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan teknik penilaian dengan melakukan observasi yaitu cara pengumpulan data dengan menggunakan pengamatan langsung terhadap suatu objek yang diteliti dalam satu periode tertentu, dan dengan mengadakan pencatatan secara sistematis atau pengkodean tentang hal-hal atau aspek-aspek tertentu yang diamati, lalu mencheklist atau memberi tanda pada lembar pengamatan penilaian dan atau pada pedoman observasi sesuai hasil yang tampak di lapangan. Menurut Sujiono, N. Yuliani, (2005:7.14), observasi merupakan salah satu alat dalam kegiatan evaluasi di lembaga  PAUD yang digunakan dalam mengevaluasi pengembangan berbagai aspek perkembangan anak. Kegiatan observasi adalah suatu teknik pengamatan yang dapat dilakukan guru RA/TK/PAUD untuk mengetahui kemajuan perkembangan kemampuan, unjuk kerja/kinerja, dan sikap anak, yang dilakukan dengan mengamati aktivitas dan tingkah laku anak dalam kegiatan belajar sambil bermain dengan berbagai bentuk permainan untuk setiap aspek perkembangan anak.
2.      Disamping teknik observasi, peneliti juga menggunakan teknik tanya jawab dengan anak yang bermaksud untuk mengetahui kelancaran anak dalam memberikan jawaban verbal atas pertanyaan-pertanyaan sederhana yang berkisar tentang apa yang dibuatnya dengan bahan limbah anorganik.
Data yang sudah berhasil dikumpulkan dalam penelitian ini, berikutnya diolah dan dideskripsikan secara kualitatif dalam bentuk paparan logis sesuai keadaan apa adanya yang diperoleh dari hasil pengamatan di dalam kelas, kemudian dilakukan interpretasi sebagai jawaban terhadap permasalahan yang diajuakan dalam penelitian ini. Selanjutnya, atas dasar hasil jawaban tersebut dapat ditarik suatu kesimpulannya.


O. Teknik Analisis Data
Sebelum data-data dianalisis (nilai tingkat pencapaian perkembangan kecerdasan visual-spasial anak didik), teknik dan kriteria analisis yang digunakan untuk menganalisis data, antara lain;
1.      Reduksi data :  Mengubah rekaman data kedalam fokus permasalahan, data yang terkumpul dan rekaman catatan-catatan lapangan kemudian dirangkum dan diseleksi. Dalam tahapan ini data dari wawancara dan observasi akan diseleksi data-data mana saja yang perlu dibuang dan dipilih. peneliti terlebih dahulu melakukan evaluasi atau penilaian dengan observasi. Selanjutnya melakukan analisis data setelah semua data yang dibutuhkan telah terkumpul. Untuk keperluan analisis data-data, peneliti menggunakan teknik analisis deskriptif-kualitatif dengan presentatif hasil, yang disesuaikan dengan indikator-indikator atau ketentuan yang telah ditetapkan. Untuk maksud analisis data berupa nilai-nilai capaian perkembangan kecerdasan visual-spasial anak, peneliti menggunakan kriteria tertentu yang disesuaikan dengan bentuk penilaian yang digunakan Pendidik BKB PAUD Cempaka RW 07 dalam menilai capaian perkembangan kemampuan dasar anak didiknya dan memperhatikan pula pedoman penilaian di TK yang disarankan Depdiknas, Direktorat PAUD, (2010).
2.      Reduksi data : Penilaian terhadap pencapaian perkembangan kecerdasan visual-spasial yang ditampakkan setiap anak terhadap tagihan indikator penilaian dalam memanfaatkan bahan limbah anorganik untuk menghasilkan sebuah karya seperti yang telah diperlihatkan guru, dilakukan atau diberi nilai dengan mengacu pada pedoman pemberian penilaian dalam satuan pendidikan Taman Kanak-Kanak, yakni dengan diberikan dalam bentuk simbol-simbol dengan huruf seperti : ( ) = Berkembang Sangat Baik (BSB), yakni jika anak menunjukkan kecerdasan visual-spasial sesuai tagihan indikator tanpa bantuan guru; ( ) = Berkembang Sesuai Harapan (BSH), yakni jika anak mampu menampakkan kecerdasan visual-spasial sesuai tagihan indikator namun terkadang masih harus diberikan bimbingan dan bantuan guru; ( ) = Mulai Berkembang (MB), yakni jika anak telah mampu menampakkan kecerdasan visual-spasial sesuai tagihan indikator namun masih sering dibimbing dan dibantu langsung oleh guru; ( ) = Belum Berkembang (BB), yakni jika anak belum menampakkan kecerdasan visual-spasial sesuai tagihan indikator pencapaian perkembangan kecerdasan visual-spasial karena dalam melakukannya harus selalu dibimbing dan dibantu secara langsung dari awal oleh guru, Direktorat Pembinaan TK dan SD (2010), Usman Uzer dan Lilisetiawati, (1993:75), yang telah dipersiapkan sebelumnya pada tahap  kegiatan perencanaan (seperti terlampir), untuk sampai pada data perolehan nilai akhir pengembangan kemampuan masing-masing anak didik (setiap siklus tindakan), melakukan pengamatan dan penilaian dengan memberi nilai terhadap aspek pengembangan yang dicapai anak didik berdasarkan indikator penilaian yang diamati/dinilai disetiap kegiatan evaluasi.
Perolehan nilai akhir anak didik
Adapun rumus yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: melakukan perhitungan berdasarkan jumlah perolehan nilai yang dicapai masing-masing anak didik sesuai yang ada dalam penilaian setiap siklus, seperti berikut :
Dengan ketentuan perolehan nilai (secara individu) dengan kriteria hasil hitungan berdasarkan konversi, anak dikatakan mampu jika minimal 2,50-3,49 atau minimal BSH (Berkembang Sesuai Harapan) seperti berikut :
Nilai Konversi 3,50-4,00  (BSB = Berkembang Sangat Baik)
Nilai Konversi 2,50-3,49  (BSH = Berkembang Sesuai Harapan)
Nilai Konversi 1,50-2,49  ( MB = Mulai Berkembang)
Nilai Konversi 0,01-1,49  ( BB = Belum Berkembang).
Direktorat Pembinaan TK dan SD, .(2010). Usman Uzer dan Lilis Setiawati, (1993:75)
Indikator kinerja yang digunakan untuk mengetahui keberhasilan kinerja secara klasikal pada setiap siklus tindakan, (dalam penelitian ini menggunakan acuan patokan 75% secara klasikal) sebagai berikut :
Jumlah anak yang memperoleh nilai bintang ( , & )
              %  P =                                                                                                X100%
                  Total banyaknya anak didik dalam kelas (B2)
                                   
            P =  Perolehan nilai klasikal
            Jika : Hasil hitungan berada pada persentase 95% - 100%    = BSB
                     Hasil hitungan berada pada persentase  85% -  94%     = BSH
                     Hasil hitungan berada pada persentase  75% -   84%    = MB
                     Hasil hitungan berada pada persentase di bawah 75%  = BB
3.      Verifikasi : Selanjutnya adalah tahap pelaporan berdasarkan hasil pelaksanaan pembelajaran peningkatan kecerdasan visual-spasial anak dengan pemanfaatan bahan limbah anorganik selama kegiatan, dan tahap akhir adalah penarikan kesimpulan dalam bentuk penulisan penelitian. 

P. Keabsahan Data
                  Menguji keabsahan data melalui trianggulasi dengan cara membandingkan data yang terkumpul dari berbagai sumber antara lain : tes, hasil observasi, dan hasil wawancara
Lampiran 1.
Lembar Observasi Guru
Berkaitan dengan Pelaksanaan Pembelajaran Peningkatan Kecerdasan Visual-Spasial melalui Pemanfaatan Bahan Limbah Anorganik

Hari / Tanggal :
Tempat            : BKB PAUD Cempaka RW 07
Responden       : Pendidik

No.

Aspek Yang Diamati
Hasil
Pengamatan

Keterangan
Ya
Tidak
1.
Melaksanakan Apersepsi
2.
Menyampaikan materi sesuai dengan tujuan pembelajaran mengenal bilangan yang akan disampaikan
3.
Melaksanakan prosedur peningkatan  kecerdasan visual-spasial yang akan dilaksanakan
4.
Menyediakan dan menjelaskan media yang akan digunakan dalam peningkatan kecerdasan visual-spasial
5.
Memberikan kesempatan kepada setiap anak untuk memanfaatkan bahan limbah anorganik dalam proses pembelajaran
6.
Melakukan evaluasi dengan mereview  materi pembelajaran kecerdasan visual-spasial yang telah disampaikan

Jakarta,
Guru Kelompok B2                                                                       Peneliti

Mengetahui,
Kepala BKB PAUD Cempaka RW 07
Lampiran 2.
Pedoman Observasi Anak
Berkaitan dengan Aktivitas Anak

Hari / Tanggal :
Tempat            : BKB PAUD Cempaka RW 07
Responden      : Anak

No.

Aspek Yang Diamati
Hasil Pengamatan

Keterangan
Ya
Tidak
1.
Anak mengetahui permasalahan peningkatan kecerdasan visual-spasial yang disampaikan
2.
Anak mampu memegang dan menggunakan peralatan secara baik dan benar
3.
Anak berinteraksi aktif dalam pembelajaran
4.
Anak melakukan yang diperintahkan
5.
Anak dapat memegang dan menggunting bahan limbah anorganik (gelas air mineral) hingga terbagi dua mengikuti garis lengkung
6.
Anak mengemukakan hasil perlakuannya
7.
Anak memberikan tanggapan terhadap  perlakuan yang telah diselesaikannya
8.
Anak mampu secara kreatif memanfaatkan bahan limbah anorganik dalam berbagai bentuk media yang bisa meningkatkan  kecerdasan visual-spasial
9.
Anak mengalami kesulitan dengan permasalahan yang disajikan
10.
Anak merapikan peralatan yang telah digunakan

Jakarta,

Guru Kelompok B2                                                                       Peneliti


Mengetahui,
Kepala BKB PAUD Cempaka RW 07

Lampiran 3.
Lembar Instrumen Penilaian
Instrumen Penilaian Anak
Meningkatkan Kecerdasan Visual-Spasial Anak
Melalui Pemanfaatan Bahan Limbah Anorganik
 Pada Anak Kelompok B2 BKB PAUD Cempaka RW 07

Nama Anak Didik : ………………………………


No.


Indikator
Nilai Perolehan
BSB
BSH
MB
BB
1.
Anak mampu memegang dan menggunakan peralatan gunting secara baik dan benar
2.
Anak dapat menggunting kertas karton dan plastik membentuk 6-8 lekukan gerigi
3.
Anak dapat membuat pola gambar kursi dan meja serta mampu menggunting pola gambar kursi dan meja yang telah anak buat sendiri
4.
Anak dapat memegang dan menggunting bahan limbah anorganik (gelas air mineral) hingga terbagi dua mengikuti garis vertikal
5.
Anak dapat memegang dan menggunting bahan limbah anorganik (gelas air mineral) hingga terbagi dua mengikuti garis lengkung
6.
Anak dapat memegang dan menggunting bahan limbah anorganik (gelas air mineral) menjadi bentuk gelang-gelang
7.
Anak mampu membuat guntingan mengikuti pola garis lurus tidak terputus yang dibuat guru
8.
Anak mampu membuat guntingan mengikuti pola gambar bentuk segitiga, segi empat, dan kerucut seperti yang telah dibuat dan ditunjukkan oleh guru
9.
Dengan kecerdasan visual-spasialnya, anak mampu membuat guntingan membentuk 1-2 buah kursi dan meja mengikuti pola yang telah dibuat dan ditunjukk an guru serta mampu menghiasinya atau mewarnainya dengan spidol warna yang telah disiapkan guru
10.
Dengan memanfaatkan bahan limbah anorganik, anak mampu membuat guntingan membentuk 1-2  buah mata angin dan mampu menghiasinya atau mewarnainya dengan cat warna

Keterangan:
 =  (BSB) Berkembang Sangat Baik, jika anak mampu menunjukkan             
  kecerdasan visual-spasial sesuai tagihan indikator tanpa                         
  bantuan guru.
   =  (BSH) Berkembang Sesuai Harapan, jika anak menunjukkan  
                               kecerdasan visual-spasial sesuai tagihan indikator namun   
                               terkadang masih harus diberikan bimbingan dan bantuan guru.
       =  (MB)   Mulai Berkembang, yakni jika anak telah mampu  
                               menampakkan kecerdasan visual-spasial sesuai tagihan 
                               indikator namun masih sering dibimbing dan dibantu langsung 
                               oleh guru.
            = (BB)    Belum Berkembang, yakni jika anak belum menampakkan     
                               kecerdasan visual-spasial sesuai tagihan indikator pencapaian
                               perkembangan kecerdasan visual-spasial karena dalam 
                               melakukannya harus selalu dibimbing dan dibantu secara 
                               langsung dari awal oleh guru.

O. Kriteria Keberhasilan Penelitian
Berdasarkan hasil evaluasi/penilaian yang telah disesuaikan tersebut dan hasil perhitungan dengan formulasi diatas, selanjutnya diberi makna secara kualitatif berupa nilai kemampuan dasar kecerdasan visual-spasial anak dalam konveksi, kemudian disesuaikan dengan kriteria keberhasilan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini. Adapun persentase indikator kinerja yang diterapkan dalam penelitian ini adalah dengan menghitung banyaknya anak didik yang memperoleh nilai konversi 2,50 – 4,00 atau jumlah anak didik yang memperoleh nilai akhir kecerdasan visual-spasial dengan nilai BSB (Berkembang Sangat Baik) dan BSH (Berkembang Sesuai Harapan), dan secara klasikal 75% sebagai acuan apakah penelitian tindakan ini telah dapat diselesaikan ataukah masih harus dilanjutkan ke siklus selanjutnya. Berdasarkan hasil penilaian dari tagihan indikator penilaian berupa item-item aspek perkembangan kecerdasan spasial anak yang diamati dan diberi nilai (terdapat pada lembar observasi/assesmen checklist pada halaman lampiran), maka kegiatan penilitian tindakan ini dihentikan karena dipandang telah terselesaikan. Berarti, secara individu anak kelompok B2 BKB PAUD Cempaka RW 07 dikatakan berhasil jika telah memperoleh perkembangan kecerdasan visual spasial dengan nilai BSB (Berkembang Sangat Baik) dan BSH (Berkembang Sesuai Harapan), dan secara klasikal 75%  yang diterapkan Pendidik BKB PAUD Cempaka RW 07.

 














DAFTAR PUSTAKA

STKIP Kusuma Negara Jakarta, Buku Pedoman Penulisan dan Bimbingan Skripsi
Sujiono, Yuliani Nurani Sujiono dan Bambang Sujiono, Bermain Kreatif Berbasis Kecerdasan Jamak
Undang-Undang (UU) No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional





Tidak ada komentar:

Posting Komentar